Lindungi Kawasan Ekosistim Leuser!
Hanya di Ekosistim Leuser di Sumatra hidup orangutan, gajah, harimau dan badak dalam satu habitat. Masa depan mereka terancam oleh penebangan kayu, perburuan, perkebunan dan pembangunan jalanan. Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh yang mempermudah perusakan. Aktivis lingkungan berjuang sejak bertahun-tahun.
Berita & update seruanKepada: Gubernur Pelaksana Aceh Bustami Hamzah, Mentri Dalam Negeri Tito Karnavian, DPRD Aceh
“Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh mengancam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). RTRW ini harus direvisi demi perlindungan KEL.”
Di hutan rawa di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) hidup sebagian besar dari orang utan di Sumatra. Di hutan hujan di KEL tumbuh kembang terbesar di dunia yang bernama Rafflesia.
Keaneka-ragaman hayati kawasan yang dinobatkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia sangat menakjubkan. Aktivis lingkungan bahkan memperkirakannya sebagai salah satu wilayah suaka yang terpenting di dunia. KEL memiliki makna global sebagai penyimpan karbon dan pengatur iklim. Untuk mendapatkan air dan nafkah, empat juta penduduk sangat tergantung dari kelestarian hutannya.
Namun pemerintah provinsi Aceh, dimana sebagian besar dari kawasan itu terletak di provinsi ini, telah membuat Qanun No. 19 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRW) yang mengabaikan KEL yang luasnya 26.000 kilmeter persegi sebagai kawasan strategi. Dengan demikian wilayah suaka itu akan dibuka untuk pertambangan, jalanan, perkebunan sawit dan kayu. Segala upaya untuk melindungi KEL bagi hewan yang terancam punah dan manusia menjadi sia-sia.
Penduduk dan pelindung alam pada bulan Januari 2016 telah menggugat RTRW Aceh. Gugatan mereka namun ditolak. Sejak itu para pelindung alam dari Aceh tanpa kenal lelah terus memperbaiki status perlindungan Ekosistim Leuser. Namun UU Tata Ruang dan proses revisi mandek. Tolong dukung pelindung alam memperjuangkan pelindungan Ekosistim Leuser. Tolong tanda tangani petisi ini sekarang juga.
Latar belakangKawasan Ekosistem Leuser
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Sumatra merupakan salah satu kawasan lindung terbesar dan terpenting di Indonesia. Sebagian besar wilayahnya terletak di provinsi Aceh dan namanya berasal dari gunung tertinggi yaitu gunung Leuser (3404 meter).
Landskap (alam) KEL terdiri dari ekosistem pesisir di samudra India, hutan hujan, hutan pegunungan, lahan gambut dan rawa-rawa menyimpan berbagai jenis hutan tropis. Hutan hujan di taman ini dulunya termasuk dalam sisa-sisa asal muasal Indonesia. 8500 varietas tanaman terdokumentasi, diantaranya pohon tropis seperti meranti (Shorea sp.), damar (Hopea spp.), keruing (Dipterocarpus spp.). Bunga terbesar di dunia, raflesia, juga tumbuh disini.
KEL terkenal dengan faunanya dan dinobatkan sebagai satu-satunya tempat di dunia dimana empat mamalia besar hidup bersama dalam satu habitat, yaitu orang utan (Pongo pygmeus), harimau sumatera yang sangat langka (Panthera tigris sumatera), badak sumatra dan gajah sumatra. Sedikitnya terdapat tujuh jenis kucing besar di KEL, disamping harimau sumatra juga leopard tutul (Neofelis nebulosa), kucing emas (Felis temmincki) dan kucing batu (Felis marmorata). Ada juga ajax atau anjing hutan (Cuon alpinus), beruang madu (Helarctos malayanus) dan kambing hutan sumatra (Capricornis sumatrensis).
Kehati: Leuser - Flora dan Fauna
Rainforest Action Network: The Last Place on Earth
Dari yang awalnya sebagai cagar satwa lokal terbentuklah tahun 1995 Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas 10.000 km²dan merupakan inti dari KEL yang luasnya 26.000 km². Di zona penyangga, pertanian dan desa-desa boleh berdiri, namun industri yang destruktif dilarang.
Yang bertanggung jawab atas perlindungan KEL adalah Leuser Foundation. Program pelindungan KEL telah dibiayai juga oleh Uni Eropa sebanyak 50,5 juta Euro.
Ancaman Kawasan Ekosistem Leuser: kayu, sawit, pertambangan, jalan
„Gila“ sebut Perdana Mentri Lingkungan Hidup Indonesia, Siti Nurbaya, atas penebangan ilegal, dan „sangat mengkhawatirkan“. „Menakutkan“ ujar Rudi Putra dari Forum Konservasi Leuser atas keadaan Kawasan Ekosistim Leuser (KEL). Sebab program perlindungan tidak dapat menghindari perusakan alam.
Penebangan ilegal telah membiayai ke dua partai yang terlibat dalam konflik di Aceh (1976-2005), baik kelompok GAM maupun TNI. Pada akhir masa rezim Suharto tahun 1998 ¼ wilayah KEL telah rusak. Setelah bencana Tsunami tanggal 26.12.2004 memang perundingan damai secara politik berlangsung sukses, namun secara ekologis tidak demikian. Penebangan semakin marak.
Perkebunan sawit sejak belakangan ini tumbuh di banyak tempat di KEL. Tidak sedikit bisnis ini dimiliki oleh mantan pejuang GAM dan politisi lokal.
Evaluasi data satelit NASA terbaru dari University of Maryland menyatakan bahwa dari tahun 2002 hingga 2008 lebih dari 30.000 hektar hutan hujan telah dirusak. Antara 2008 dan 2013 tingkat pengrusakan menunjukkan lebih dari dua kali lipatnya yaitu 80.316 hektar (data dari Website Global Forest Watch).
Pembangunan jalanan (Ladia Galaska, sebuah sistim lalu lintas di sepanjang taman nasional dan sebagian masih dibangun) sangat mengancam eksistensi KEL.
Dampak langsung dari penebangan, selain musnahnya hutan hujan, biodiversitas dan perlindungan iklim dan air, adalah bencana banjir besar yang sering melanda Aceh.
Penebangan semakin liar. Menurut perhitungan NGO lingkungan hidup lokal hanya separuh wilayah KEL yang masih hijau, 5% diantaranya hutan primer.
Tanggung jawab internasional: Minyak sawit
Minyak sawit dari Aceh berhasil menembus pasar dunia. Selamatkan Hutan Hujan berupaya menuntut tanggung jawab sebuah perusahaan yang merusak sebagian rawa Tripa dan membakarnya untuk dijadikan perkebunan sawit.
Banding ditolak pengadilan tinggi banda aceh saatnya pt kallista bayar rp366 miliar ke negara/
Sebuah studi dari NGO Indonesia Greenomics pada tanggal 6 Mei 2015 menunjukkan bagaimana perusahaan Aloer Timur, pemasok perusahaan minyak sawit besar Musim Mas dan Wilmar International, menebang luas wilayah di Ekosistem Leuser. Pembukaan hutan di KEL melanggar Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) = Kesepakatan Minyak Sawit Indonesia. Kedua perusahaan besar itu telah menandatangani kesepakatan tersebut. Sejak publikasi studi ini Musim Mas dan Wilmar tetap tidak menghentikan bisnisnya dengan Aloer Timur.
Greenomics: IPOP Implementation Report (pdf)
Rencana Tata Ruang Wilayah
Pada tahun 2013 pemerintah Aceh telah menetapkan qanun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (Qanun RTRW 19, 2013) yang mengatur penggunaan lahan. Yang anehnya adalah masalah KEL tidak disinggung di dalamnya sebagai kawasan strategis nasional. Ini berarti: perkebunan baru, pembangunan jalanan dan aktivitas lainnya yang merusak akan mudah diijinkan. Aktivis lingkungan dan penduduk Aceh telah berprotes dan mengajukan keberatan. Kementrian di Jakarta telah meminta Gubernur Aceh untuk menarik perencanaan tersebut. Namun tidak berhasil. Aktivis lingkungan telah meyakinkan dinas lingkungan hidup dan anggota DPRD. Tapi proses revisi mandek.
Perlawanan dan penggugatan
Perlawanan menentang pengrusakan hutan sudah dimulai sejak bertahun-tahun oleh perkumpulan masyarakat adat JKMA, beberapa NGO dan partisipasi penduduk setempat serta berbagai kelompok internasional. Namun provinsi Aceh tidak mengacuhkan.
Jaringan WALHI (Friends of the Earth Indonesia) tahun 2014 telah mengajukan gugatan di Mahkamah Agung. Namun ditolak. GerAM (Gerakan Rakyat Aceh Menggugat) tahun 2016 telah mengajukan tuntutan hukum agar rencana tata ruang provinsi Aceh direvisi. Alasannya daerah-daerah tertentu di Ekosistim Leuser tidak ditetapkan sebagai wilayah suaka dalam rencana tata ruang. Ini termasuk wilayah rawa tripa dimana orangutan jenis khusus hidup di dalamnya.
Masukan dan saran sebelumnya dari masyarakat diabaikan, begitu juga UU Nasional. Meskipun ada banyak percakapan dan janji-jani dari politisi namun tidak ada kemajuan. UU Tata Ruang yang telah direvisi di Aceh tidak dapat prioritas. „Dibalik itu terdapat kepentingan ekonomi“, demikian pelindung alam.
„Dibalik ini semua bersembunyi kepentingan bisnis“, demikian pelindung alam.
RTRW Aceh Digugat ke PN Jakarta, Ini Alasannya
Aceh citizens sue government to save leuser ecosystem
manusia dan alam terancam warga gugat rtrw aceh ke pn jakpus
Kepada: Gubernur Pelaksana Aceh Bustami Hamzah, Mentri Dalam Negeri Tito Karnavian, DPRD Aceh
Yang terhormat Bapak Mentri, yang terhormat Bapak Gubernur,
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) bagaikan batu permata yang sangat indah. Hanya disanalah hidup 4 mamalia besar yang langka: Harimau, badak, gajah dan orang utan yang hidup di habitat yang sama. Berkat fungsi dari KEL maka jutaan manusia bisa hidup karena mendapatkan air, ikan dan produksi hutan lainnya.
Namun Kawasan Ekonomi Leuser rusak berat karena penebangan dan perkebunan. Jalanan dibangun melintasi wilayah suaka dan pertambangan dibangun di banyak tempat. Pengrusakan ini mengakibatkan banjir besar dan tanah longsor yang sangat menderitakan seluruh penduduk Aceh.
Masa kini KEL berada dalam bahaya. Pemerintah Aceh dalam Qanun 19 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh hingga tahun 2033 tidak memasukkan banyak wilayah sebagai kawasan strategis nasional dan wilayah suaka.
Hal ini bertentangan dengan perundang-undangan Indonesia (U.U. no. 26/2007 tentang tata ruang dan U.U. no. 11/2006 tentang pemerintahan Aceh). Meskipun Bapak Mentri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di tahun 2014 telah menuntut Aceh untuk merubah rencana tata ruang wilayah, namun hal ini hingga kini belum terlaksana.
Cemas akan tanah airnya, warga Aceh telah menggugat gubernur, mentri dalam negri dan DPRA ke pengadilan. Mereka ingin adanya jaminan perlindungan KEL.
Bertindaklah dengan segala upaya mencabut Qanun 19 RTRW Aceh dan bentuklah perlindungan efektif Kawasan Ekosistim Leuser. Lindungilah manusia, flora, fauna, hutan dan alam di Leuser!
Dengan hormat
2024
Menurut Bidang (Kabid) Tata Ruang dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Aceh, pengesahan Revisi Qanun RTRW Aceh ditargetkan selesai pada awal tahun 2024.
2023
Revisi Qanun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Aceh memasuki masa pembahasan dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) masuk ke dalam materi draft RTRW Aceh yang saat ini materinya sedang dibahas di parlemen DPRA – beda dengan draft sebelumnnya dimana kawasan KEL sama sekali tidak masuk ke dalam materi RTRW Aceh.
2022
Perdebatan mengenai permintaan agar dimasukkannya KEL ke dalam RTRW Aceh pada saat pembahasan dengan pemerintah, akademisi, LSM hingga tokoh masyarakat. KEL dipandang sudah semestinya dimasukkan ke dalam RTRW Aceh mengingat amanat Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Pasal 150, yang mana disebutkan bahwa kawasan KEL dikelola oleh Pemerintah Aceh.
2020
Proses revisi RTRW Aceh ditunda selama pandemi Covid.
2019
Para LSM mempresentasikan petisi tersebut kepada anggota parlemen di DPR Aceh dengan tujuan agar parlemen dapat membahas revisi RTRW (Qanun RTRW No. 19, 2013).
Orang utan liar datang kembali!
Berita menggembirakan dari proyek kami di Kawasan Ekosistem Leuser di Sumatra: Orang utan liar kini kembali ke hutan reboisasi dan anggota ranger kami berhasil mengurangi pemburuan liar.
Orang utan - bisakah mereka bertahan hidup?
Populasi satu-satunya kera besar dari Asia Tenggara sudah sangat sedikit. Perusakan habitat mereka demi perolehan bahan mentah produksi telah membuat mereka hampir punah. Orang utan membutuhkan perlindungan yang serius!
Aktivitas illegal logging di kawasan lindung rawa Tripa semakin mengkhawatirkan
Lahan di kawasan lindung gambut Tripa di Nagan Raya dibuka lagi - ini hasil investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh. Kehilangan tutupan hutan mencapai ratusan hektar.
„Emas merusak sumber kehidupan kami“
Di Aceh, mitra kerja kami berusaha mencegah malapetaka akibat pertambangan emas. Rita Glaus telah bertemu koalisi perempuan untuk perlindungan lingkungan hidup.
Omong Kosong Sawit Berkelanjutan: minyak bermasalah dari Rawa Singkil
Fakta dan bukti di lapangan menunjukkan bahwa Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil terancam oleh perambahan dan pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit. Minyak sawit dari Singkil dbeli oleh perusahaan merek terkenal.
Musim Mas, Wilmar dan Golden Agri Resources Akui Gagal Melindungi SM Rawa Singkil
Setelah menyangkal bukti investigasi RAN, perusahaan-perusahaan dagang minyak sawit terbesar di Indonesia mengeluarkan laporan yang mengonfirmasi pemasok tidak langsung mereka telah membangun perkebunan kelapa sawit ilegal di dalam SM Rawa Singkil yang dilindungi secara nasional.
Harimau melukai penjaga hutan di Ekosistem Leuser
Pekerjaan sebagai penjaga hutan untuk melindungi hutan di Sumatra merupakan pekerjaan yang berbahaya. Akhir Januari seekor harimau telah menyerang empat orang di ekosistem leuser. Pekerjaan mereka dibantu oleh Selamatkan Hutan Hujan.
Bank Pohon didirikan di hulu sungai Tamiang
Masyarakat Pining ingin menyembuhkan luka-luka hutan di kawasan ekosistem Leuser. Sekarang mereka telah mendirikan Bank Pohon dengan ribuan bibit pohon.
Tiga Sungai Di Kawasan Ekosistem Leuser Dalam Bayang-Bayang PLTA
Sungai-sungai di Kawasan Ekosistem Leuser memberi manfaat bagi masyarakat lokal yang hidup di daerah aliran sungai. Dua sungai dibayang-bayangi pembangunan PLTA
Hukum Adat melindungi 300 hektar lahan basah rawa Paya Nie, Aceh
Konservasi lahan basah tropis penting untuk mengatasi krisis iklim. Mitra kami berhasil melindungi ekosistem Paya Nie di propinsi Aceh, Sumatera, lewat peraturan adat. Perburuan burung dan penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan kini dilarang
Pemantauan Ekosistem Leuser Berbasis Komunitas Digelar di Takengon, Aceh
Platform media rakyat Acehnesia.com menggelar kegiatan pemantauan isu kejahatan lingkungan di Ekosistem Leuser selama 2 hari 15-16 Januari 2022 di Takengon. Pelatihan model citizen jurnalism tersebut didukung LSM Selamatkan Hutan Hujan untuk meningkatkan produksi berita yang mendukung konservasi di Kawasan Ekosistem Leuser.
Hutan gajah, harimau, orang utan, badak tertolong
Aktivis lingkungan menghindari pembangunan waduk di kawasan ekosistim Leuser. Sebab waduk ini mengisolir kelompok gajah dan mempercepat kepunahannya. Berdasarkan putusan sidang bendungan ini tidak akan dibangun.
Penugasan ekosistem Leuser tepat
Jika pengawas hutan berpatroli, pelestarian alam akan terjamin: Pengalaman ini diperoleh para pelindung lingkungan alam di Sumatra yang didukung Selamatkan Hutan Hujan. Sejak dua regu pengawas hutan tambahan ditugaskan di sana, penebang liar dan pemburu gelap semakin jarang beroperasi.
Petisi ini tersedia dalam bahasa-bahasa berikut:
Bantulah kami mencapai 400.000: