Mobil listrik rakus bahan mentah

Tambangan Nickel di Sulawesi Pertambangan nikel milik perusahaan pertambangan Brasil Vale di Sulawesi (© KAISARMUDA/shutterstock.com) Rohstoffe für Tesla - Grafik - ID Bahan mentah untuk Tesla Model S 85 (tanpa baterai) - Analisa Kimmo Klemola 2016 (© Rettet den Regenwald e.V. - CC BY-NC-ND 4.0) Foto tempat pembuangan lumpur merah yang beracun dari perusahaan Hydro Alunorte di hutan hujan Amazon Hutan hujan Amazon tenggelam di dalam laguna lumpur merah beracun dari kilang bauksit Alunorte milik perusahaan besar Norwegia Norsk-Hydro (© Pedrosa Neto/Amazonia Real) Bahan mentah untuk E-mobil - peta dunia Bahan mentah mobil listrik dan negara-negara penambang penting (© Rettet den Regenwald e.V. - CC BY-NC-ND 4.0) Desa baru Hamdallaye in Guinea - IUP Bauksit Sangaredi Di pertambangan bauksit yang terkontaminasi berdirilah desa baru Hamdallaye, Guinea, setelah penggusuran karena pertambangan bauksit Sangaredi (© Benjamin Moscovici) Burung rangkong, Sulawesi Kicauan burung rangkong yang membisu. Bagi industri mobil hanya bahan mentah nikel yang membuat menarik (© Jatam Sulteng)

Tanpa diragukan, kendaraan dengan mesin pembakar dalam harus segera lenyap dari jalanan. Mobil listrik meskipun lebih sedikit menghasilkan emisi CO2, tapi dalam produksinya memerlukan banyak bahan mentah. Anda sendiri tidak akan bisa memecahkan dampak negatif transportasi pribadi. Tanpa adanya perubahan transportasi yang sesungguhnya, tidak akan ada mobilitas yang ramah lingkungan.

Untuk keperluan bos Tesla - Elon Musk - dengan rencana elektro mobilitasnya, politisi segera memberikan perhatian. Hanya dalam dua tahun masa pembangunan, perusahaan konglomerat Tesla ingin membangun apa yang disebut giga pabrik di Brandenburg, sebuah negara bagian Jerman. Akan segera meluncur dari sana mobil listrik dengan baterai lithium-ion – dalam periode pertama pembangunan diproduksi tiap tahunnya setengah juta mobil. Hak ikut bersuara, aksi protes serta keluhan penduduk dan organisasi lingkungan tidak diacuhkan oleh politik dan instansi berwenang. Tesla telah membeli 300 hektar tanah yang berlokasi di tengah wilayah perlindungan air minum dan sebagian besar sudah dibeton, tanpa batas waktu dan prosedur yang biasa. Persetujuan umum masih menunggu.

“Tahun 2020 Eropa akan mencatat sejarah sebagai tahun mobil listrik”, demikian keterangan Wakil Presiden Komisi Uni Eropa (UE), Maroš Šefčovič di Brüssel. Dengan satu juta mobil listrik yang diijinkan membuat jumlahnya telah menjadi dua kali lipat. Tahun ini penjualan mobil listrik di UE akan melampaui penjualan di Cina.

Politik perlindungan iklim yang malah menjadikan kerugian besar

Rohstoffe für Tesla - Grafik - ID Bahan mentah untuk Tesla Model S 85 (tanpa baterai) - Analisa Kimmo Klemola 2016 (© Rettet den Regenwald e.V. - CC BY-NC-ND 4.0)

Daimler-Benz dan grup Volkswagen dengan VW, Audi, Porsche dan Skoda mengklaim rekor keuntungan sebesar miliaran euro di tahun 2020. Di Jerman bonus pembelian dan keringanan pajak berpengaruh pada penjualan mobil, 13 persen diantaranya mobil listrik. Bagi pemerintah Jerman dan UE, transformasi industri mobil Eropa mempunyai prioritas tinggi yang berguna untuk memulihkan perekonomian setelah masa pandemi covid-19. Saat kini UE berinvestasi di 70 proyek dengan nilai 20 miliar euro untuk membangun produksi baterai mandiri di 12 negara anggota UE. Tahun 2025 UE ingin tiap tahun memproduksi sel baterai untuk sekurang-kurangnya 7 juta mobil listrik dan menargetkan di tahun 2030 sebanyak 30 juta mobil listrik. “Kita akan menjadi produsen sel baterai ke dua terbesar di dunia setelah Cina”, demikian Šefčovič.

Sisi negatif: Menurut Fraunhofer Institut mobil listrik sangat banyak membutuhkan energi dan bahan bakar. Mobil tersebut tidak hanya banyak membutuhkan baja, aluminium dan tembaga, tapi juga bahan mentah lainnya untuk baterai lithium ion dan magnet motor listrik. Sebuah baterai NMC yang biasa dengan 60 kWh mengandung sekitar 30 kg nikel, 10 kg mangan, 8 kg kobalt, 50 kg grafit dan 6 kg litium.

Hampir semua bahan mentah harus diimpor dari luar negeri. Sebuah perlombaan global untuk mendapatkan akses ke lokasi sumber bahan mentah sudah dimulai. Ribuan pertambangan baru, pabrik pengelolaan dan sarana transportasi harus didirikan untuk mampu menutupi kebutuhan yang membludak.

Neraca CO2 dari mobil listrik

Foto tempat pembuangan lumpur merah yang beracun dari perusahaan Hydro Alunorte di hutan hujan Amazon Hutan hujan Amazon tenggelam di dalam laguna lumpur merah beracun dari kilang bauksit Alunorte milik perusahaan besar Norwegia Norsk-Hydro (© Pedrosa Neto/Amazonia Real)

20% emisi CO2 dunia berasal dari sektor transportasi, 28% dari industri. Meskipun mobil listrik menolong mengurangi CO2 di sektor transportasi, namun bukan berarti CO2 netral. Pertambangan membutuhkan hingga 11% penggunaan energi di seluruh dunia dan produksi mobil listrik sangat banyak membutuhkan energi. Yang menentukan adalah berapa banyak energi yang digunakan produksi mobil listrik dan bahan bakar yang digunakan serta dari mana asal sumber listrik yang digunakan untuk menjalankan kendaraan?

Di Indonesia, kontribusi sumber energi fosil mendominasi campuran energi sebesar hampir 90%, terutama batu bara sebesar 35% dan gas sebesar 19%. Sementara bauran Energi Baru Terbarukan (matahari, angin, air dll) baru mencapai 10,9% (Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut Badan Lingkungan Federal Jerman campuran listrik di Jerman terdiri dari 45% sumber terbarukan dan 55% sumber fosil.

Selain perilaku mengemudi dan kecepatan, berat sebuah mobil listrik menentukan neraca iklim.

Sebuah mobil kecil seperti VW e-Up (berat kosong 1,2 ton), menurut tes dari sebuah organisasi mobil klub di Jerman, menghasilkan 92g CO2 per kilometer. Sebuah perjalanan dari Jakarta ke Tasikmalaya dan kembali ke Jakarta melepaskan 51 kg CO2. Mobil Tesla dengan model S P90D (berat kosong 2,3 ton) dengan tes yang sama menghasilkan 139g CO2 per kilometer, dengan begitu perjalanan Jakarta ke Tasikmalaya (sekitar 260 km) dan kembali ke Jakarta melepaskan 76 kg CO2.

Nikel dari Indonesia

Bahan mentah untuk E-mobil - peta dunia Bahan mentah mobil listrik dan negara-negara penambang penting (© Rettet den Regenwald e.V. - CC BY-NC-ND 4.0)

„Dimanapun Anda berada di dunia, tolong tambang nikel lebih banyak lagi.” Dengan seruan mendesak ini Elon Musk tahun lalu menyapa industri pertambangan. Hal ini diminati juga oleh pemerintah Indonesia karena negara Indonesia memiliki seperempat cadangan nikel dunia yang terutama terletak di Sulawesi dan Maluku.

Sejak januari 2020 Indonesia telah melarang ekspor bijih nikel dengan maksud untuk membangun pabrik pengolahan sendiri. Kini di Morowali-Sulawesi terdapat areal khusus industri nikel dengan kilang-kilang dan infrastruktur yang dibutuhkan. Lebih dari 30 pabrik untuk produksi baja nikel dan nikel yang kompatibel dengan baterai serta pabrik baterai milik sendiri sedang dalam pembangunan atau perencanaan. „Hutan bakau musnah, ladang dirusak dan kami selalu mengalami tanah longsor serta banjir besar”, ujar Taufik dari LSM lokal yang bernama Jatam - mitra kerja Selamatkan Hutan Hujan - tentang nikel leleh pertama yang diproduksi sejak 2017. “Laut menjadi kuning gelap akibat lumpur tebal bermeter-meter”, tambahnya lagi.

“Kami hampir tidak pernah lagi memancing ikan, kerang dan udang tidak ada lagi.” Morowali terkenal akan fauna laut yang sangat beragam. Wilayah suaka alam Morowali sangat indah. Di sana hidup hewan tarsius, burung enggang dan anoa. Semua spesies yang hanya ada di sana membuktikan keunikan alam Sulawesi. Di masa depan limbah tambang yang banyak mengandung logam dan asam diendapkan di laut dalam (deep sea tailing). Limbah ini tidak bisa diendapkan di daratan karena Sulawesi adalah wilayah gempa. Hal itu akan mengakibatkan bencana ekologis. Booming mobil listrik baru saja mulai tapi sudah meninggalkan kesan buruk: Nikel untuk mobil listrik menyebabkan penebangan hutan hujan, perusakan habitat laut dan mimpi buruk bagi penduduk setempat.

Direlokasi untuk pertambangan bauksit

Desa baru Hamdallaye in Guinea - IUP Bauksit Sangaredi Di pertambangan bauksit yang terkontaminasi berdirilah desa baru Hamdallaye, Guinea, setelah penggusuran karena pertambangan bauksit Sangaredi (© Benjamin Moscovici)

Kini hutan hujan Guinea di Afrika Barat, penduduk dan alam menderita oleh kerakusan Jerman akan bahan mentah. 93% impor bauksit Jerman untuk produksi aluminium berasal dari sana. Keseluruhan berjumlah 2,5 juta ton setiap tahun. Duapertiga wilayah Guinea, salah satu negara termiskin di dunia, sudah terbagi ke dalam konsesi pertambangan. Negara ini memiliki cadangan bauksit terbesar di dunia, juga sejumlah besar bijih besi. Untuk menjamin kebutuhan Jerman, pemerintah Jerman telah memastikan perluasan pertambangan bauksit di Sangarédi dengan jaminan pinjaman sebesar 293 juta euro.

Dengan luas konsesi sebesar 690 kilometerpersegi – lebih besar sedikit dari DKI Jakarta – penduduk dari 13 desa menjadi tak berdaya. Sebagian dari mereka - sekitar 500 penduduk - bahkan harus meninggalkan rumahnya di tengah-tengah masa pandemi. Pertambangan terbuka yang besar juga merusak hutan rimba dan habitat simpanse yang terancam punah serta habitat monyet colobus merah serta ribuan spesies flora dan fauna lainnya. “Dampak lingkungan sangat besar: Air menjadi keruh, sungai-sungai mengering, udara tercemar, pohon-pohonpun terkena sebab tidak lagi menghasilkan buah seperti dahulu”, ungkap seorang pemuda di wilayah pertambangan.

Kini para petani kecil tinggal di pemukiman yang dibangun dengan tergesa-gesa dan tanpa perasaan di atas wilayah pertambangan yang sudah habis dieksploitasi. Tanpa janji masa depan karena pertanian tidak bisa diolah di sisa wilayah yang sudah tercemar dan tidak subur oleh pertambangan bauksit. Ganti rugi atas tanah yang hilang dan sumber air sudah sejak bertahun-tahun ditunggu penduduk. “Pertambangan hingga kini tidak menggubris kepentingan penduduk Guinea”, keluh Direktur Hubungan Sosial di Kementrian Pertambangan. “Di Guinea kita memiliki sangat banyak harta karun bawah tanah tapi negara ini tetap miskin.”

Dampak lingkungan sangat besar

Burung rangkong, Sulawesi Kicauan burung rangkong yang membisu. Bagi industri mobil hanya bahan mentah nikel yang membuat menarik (© Jatam Sulteng)

Menerapkan mobiltas listrik secara sepihak bukanlah inovasi transportasi yang benar. Masalah transportasi individu yang selalu meningkat tidak akan terpecahkan olehnya. Ada 1,2 miliar kendaraan pribadi di dunia, 48 juta diantaranya di Jerman. Pada tahun 2050, menurut Badan Energi Internasional akan menjadi 2 miliar. Transportasi yang meningkat memerlukan semakin banyak ruang dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang hebat.

Alangkah indah bila mobil listrik solusinya. Sebenarnya hanyalah dengan mengurangi transportasi individu maka mobilitas kita akan benar-benar menjadi ramah lingkungan.

Tip

Contoh untuk mengurangi transportasi individu:

▪ Lebih menggunakan sarana transportasi umum

▪ Menggunakan kereta untuk jarak jauh

▪ Menggunakan car-sharing untuk jarak dekat (misalnya pergi dengan tetangga)

▪ Menggunakan sepeda untuk jarak dekat (bisa juga menyewa)



Petisi terkait

Tanda tangan Anda dapat membantu melindungi hutan hujan! Petisi kami menentang proyek yang menghancurkan hutan hujan - dan menyebut nama pihak yang bertanggung jawab. Bersama kita akan kuat !

Kolase: rambu lalu lintas dengan sebuah mobil listrik di depan sebuah pertambangan di Ekuador © CASCOMI - Collage RdR

86.770 Pendukung

Transisi energi ­- tanpa tembaga dan nikel dari hutan hujan!

Untuk bahan dasar mobil, mesin dan elektronik kita menggunakannya lebih banyak logam dari pada penggunaan yang berkelanjutan secara ekologis dan sosial. Kabarnya mobil listrik bisa menolong bencana iklim. Ternyata semua bahan baku yang dibutuhkan berasal dari hutan hujan.

informasi lebih lanjut

Kepada: Pemerintah Jerman, Kementrian Ekonomi dan Energi serta Kementrian Lingkungan Hidup.

“Reduksi yang drastis atas konsumsi bahan baku”

Membaca surat

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!