Perambahan terang-terangan, 363 hektar hutan produksi rusak parah di Nagan Raya

Pembukaan hutan di Seunagan Timur, Nagan Raya Pembukaan lahan ditemukan oleh tim pemantau APEL Green Aceh bersama KPH IV (© APEL Green Aceh) aktivis dan polisi di pondok Menunggu tindak lanjut - tim pemantau APEL Green Aceh bersama KPH IV (© APEL Green Aceh / RdR) Pembukaan lahan dengan batang pohon Habitat gajah dan harimau, satwa yang terancam punah, tidak ada lagi (© APEL Green Aceh)

6 Nov 2024

Mitra kami APEL Green Aceh menemukan aktivitas pembukaan hutan produksi di kecamatan Seunagan Timur, Nagan Raya, seluas 363 hektar, di habitat gajah dan harimau Sumatera. Polres dan Gakkum harus segara turun tangan.

Pemantauan Hutan Produksi di Desa Kila, Nagan Raya

Aparat Penegak Hukum (APH) didesak untuk segera menindak tegas perambahan dan pembukaan lahan ilegal di kawasan Hutan Produksi Kecamatan Seunagan Timur, Nagan Raya. Pemantauan yang dilakukan oleh Apel Green Aceh, bersama KPH IV dan didampingi personel Reskrim Polres Nagan Raya, menemukan adanya aktivitas perambahan yang mengkhawatirkan.

Berdasarkan data dari Apel Green Aceh, tutupan hutan yang hilang di kawasan Hutan Produksi mencapai 363 hektar. Kerusakan ini sangat signifikan dan mengancam krisis ekologis di kawasan tersebut. Perlu diketahui, total luas kawasan Hutan Produksi di Nagan Raya adalah 14.507 hektar. Aktivitas pembukaan lahan yang terstruktur untuk perkebunan kelapa sawit terus berlangsung masif, dengan analisis citra satelit menunjukkan kondisi tutupan hutan yang lebih baik pada tahun 2022.

 

Selama pemantauan, ditemukan beberapa pekerja yang diduga terlibat, mereka berinisial SK, MS dan JN. Apel Green Aceh juga mencurigai adanya transaksi jual beli lahan Hutan Produksi secara ilegal. Syukur, Direktur Yayasan Apel Green Aceh, mengimbau pihak kepolisian untuk segera bertindak, termasuk menyelidiki aktor intelektual yang terlibat.

“Kami telah melaporkan kasus ini ke Balai Gakkum dan berencana melapor ke pihak kepolisian. Kami mendesak agar tindakan tegas diambil untuk mencegah kerusakan yang lebih luas. Pembukaan hutan secara ilegal ini harus dihentikan, dan para pelaku harus dijatuhi sanksi berat,” ujar Syukur.

Syukur menekankan bahwa perambahan ini sangat mengkhawatirkan, dilakukan secara terang-terangan, dan seolah-olah tidak ada hukum yang mengikat para pelaku. Padahal, penebangan liar melanggar Pasal 50 ayat (3) huruf e UU No. 41 Tahun 1999, dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar. Hutan produksi ini juga merupakan habitat satwa langka seperti gajah dan harimau Sumatra. Jika aktivitas perambahan terus berlangsung tanpa ada tindakan dari APH, satwa-satwa ini terancam kehilangan habitatnya.

“Kami mendesak Polres Nagan Raya dan Balai Gakkum Sumatra untuk segera turun tangan. Jika pembiaran ini terus terjadi, kami patut mencurigai ada pihak yang sengaja memuluskan praktik ilegal ini,” pungkas Syukur.

 

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!