Masyarakat Dayak melawan perusahaan kertas Mayawana Persada: Jangan ganggu hutan kami!
22 Sep 2024
Tanpa perduli pada masyarakat adat dan hutan hujan, perusahaan Mayawana Persada menebang ribuan hektar hutan di Kalimantan Barat. Di lahan yang sudah ditebang perusahaan itu menanam akasia untuk kebutuhan industri kertas. Tapi penduduk setempat menentang keras. Kami telah menjenguk mereka.
Antonius Anus memanjat tumpukan kayu dan mengangkat tinjunya. „Kita berjuang. Kita akan menang!“ Delapan laki-laki, dengannya sore tadi saya pergi, berhenti pada persimpangan jalan untuk meminta bantuan pada roh nenek moyangnya. Di sini dan di tempat-tempat lain berdiri patung-patung kayu yang sebelumnya telah ditancapkan penduduk ke tanah. Patung-patung itu bergambar sebuah wajah, di kedua sisi dan mereka mengenakan ikat kepala. Lalu laki-laki membakar dupa. Satu per satu maju ke depan dan berdoa. Lengan direntangkan, mengheningkan diri dengan mata tertutup.
Di depan mata kami terdapat lahan luas gundul yang habis ditebang. Jauh di belakangnya nampak hutan, diantaranya tidak ada kecuali lahan hancur. Di barisan-barisan tempat tumbuhan ditanam, nampak bibit akasia yang sedang tumbuh. Di sampingnya tergeletak ranting-ranting dan batang-batang pohon kecil. Perkebunan ini nantinya akan menjadi bahan pokok industri kertas. 33.000 hektar hutan hujan dan gambut telah ditebang oleh gergaji mesin dan buldozer milik Mayawana Persada. Juga di sini di gunung Sabar Bubu.
Di seluruh dunia, produksi selulosa merupakan bahaya besar bagi hutan. Untuk mengimbangi pertumbuhan pohon eukaliptus dan akasia yang cepat besar, perusahaan-perusahaan membangun perkebunan yang luas, seperti yang dibuat Mayawana Persada di Kalimantan Barat.
Perjuangan melawan musuh yang kuat
Masyarakat adat Dayak tidak menyerah begitu saja. Mereka menentang. Untuk itu mereka membutuhkan kekuatan spiritual, keberanian dan keuletan. Sebab yang dihadapi adalah musuh yang kuat. Mayawana Persada konon terkait dengan perusahaan APRIL, salah satu perusahaan terbesar di dunia dibidangnya.
Pada malam hari di rumah kepala dusun Sabar Bubu, bapak Andreas Ratius, telah berkumpul puluhan perempuan dan pria untuk berdiskusi tentang bagaimana kehidupan mereka telah berubah sejak masuknya Mayawana. „Dulu keadaan kami baik“, ujar Ratius. Dulu penduduk dari ladangnya bisa memanen padi, cabai, bawang dan buah-buahan. Tapi tiba-tiba perusahaan merampas tanah mereka. Tanpa sepengetahuan bahkan sepersetujuan mereka, konsesi lahan perusahaan berada sampai di lahan penduduk. „Ganti rugi? Sangat kecil, itupun kalau ada“, keluh mereka. Mayawana telah berulang kali mengingkari janjinya.
Sejak dari nenek moyang kami, hutan ini selalu kami lindungi
Ketegangan meningkat. Tahun 2023 warga yang sudah kesal karena situasi yang tidak jelas membuat barikade dan memblokir jalan untuk 13 buldoser. Polisi dengan sengaja memamerkan senjatanya untuk menakut-nakuti penduduk. Lalu terdengar seruan ancaman: Hati-hati! Masyarakat menjadi was-was kalau-kalau ketegangan semakin tajam.
Warga menggunakan dan melindungi hutan sejak dahulu, sebelum negara Indonesia lahir. Sebuah altar menjadi saksi. Kami masuk jauh ke dalam hutan menuju altar tersebut. Di dalam aliran air kecil yang jernih yang berbatu-batu, ikan-ikan kecil berenang. Pemandangan yang indah. Sementara di tempat Mayawana menebang hutan, semua kering.
Esoknya saat menyusuri lahan konsesi perusahaan, kami menjumpai barak yang dibangun karyawan Maryawana Persada. Atapnya terbuat dari terpal hijau, di bawahnya hamparan untuk tidur. „Di sini perusahaan menempatkan karyawan yang berasal dari tempat yang jauh“, ujar mereka yang mendampingi perjalanan saya. Pekerjaan buat warga setempat tidak ada. Makanya pendamping saya itu membuat tulisan besar di terpal yang berbunyi: „Jangan ganggu pohon durian kami! Jangan ganggu hutan kami!“
Di perempatan jalan berdiri papan pengumuman milik perusahaan yang mengingatkan menghindari kebakaran hutan. Di papan itu tergambar seseorang yang sedang memeluk beberapa binatang. Apa maksudnya ini? Apakah perusahaan berlagak sadar akan tanggung jawab? Perkebunan perusahaanlah yang nyatanya rawan kebakaran. Sebaliknya hutan hujan yang masih utuh yang dijaga suku Dayak hanya akan terbakar bila tersambar petir.
Kami pergi kembali ke desa Kualan Hilir menaiki sepeda motor. Dari wilayah penebangan kami memasuki jalan sempit melewati hutan hujan. Bila sebelumnya cuaca terasa panas sekali, di sini sangat berbeda. Hutan rimba menyambut kedatangan kami dengan udara yang sejuk.
Penting: jaringan di seluruh dunia
Riset tentang wilayah konsesi dan pertemuan dengan warga lokal telah diorganisir Hendrikus Adam. Ia adalah ketua WALHI Kalimantan Barat dan membentuk aliansi menentang Mayawana. Menurutnya perjuangan warga setempat kuat. Jaringan di Indonesia meliputi kawasan Kalimantan hingga Jakarta. Di Jakarta telah berlangsung pembicaraan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Dinas Lingkungan Hidup dan di Komisi HAM. Sekarang harus muncul tekanan internasional. Industri kertas berjaringan internasional, jadi harus ada juga gerakan lingkungan hidup internasional. Hendrikus berharap pada kami - pada Selamatkan Hutan Hujan. Satu perwujudan darinya adalah petisi kami.
Jika perjuangan bersama ini berhasil, maka dalam beberapa tahun ke depan perjalanan melewati hutan di gunung Sabar Bubu tidak akan berakhir seperti sekarang ini, yaitu di hutan yang ditebang dan perkebunan. Tapi akan berakhir di hutan yang tumbuh subur. Antonius Anus yakin: „Kita suku Dayak pasti menang. Alam merebut lahannya kembali.“