Keadilan Mati di Tanah Simalungun. Sorbatua Siallagan ditahan dua tahun

Spanduk dengan "Bebaskan Sorbatua Silallagan" dari Aliansi Tutup TPL Sejak 23 Maret 2024 masyarakat berdemonstrasi. Mereka berseru: „Bebaskan Sorbatua Siallagan!“ - „Tutup Toba Pulp Lestari!“ - „Jangan mengkriminalisasi masyarakat adat!“ (© AMAN Tano Batak) Laki-laki dengan topi Batak dibelakang pagar kayu Sampai hari ini, konflik tanah dengan Toba Pulp Lestari belum dilaksanakan. Sebaliknya, masyarakat adat dikriminalisasi (© AMAN Tano Batak)

14 Agu 2024

Keadilan telah mati! Sorbatua Siallagan, tetua masyarakat adat di Sumatra Utara, diadili oleh pengadilan Negeri Simalungun dan ditahan dua tahun penjara. Sekali lagi, negara melindungi perusahaan Toba Pulp Lestari dan mengabaikan masyarakat adat.

Keadilan Mati di Tanah Simalungun. Tetua Adat Sorbatua Siallagan Dinyatakan Bersalah.

Putusan persidangan Sorbatua Siallagan dinyatakan bersalah dan ditahan dua tahun denda satu milyar subsider enam bulan. Putusan tersebut dibacakan saat persidangan 14 Agustus 2024 di Pengadilan Negeri Simalungun.

Dalam surat dakwaan, Sorbatua diduga melakukan penebangan pohon eukalyptus dan pembakaran kayu di lahan konsesi PT Toba Pulp Lestari. Sorbatua didakwa pasal 78 ayat (3) dan atau ayat (2) UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Persidangan dikawal dengan aksi ritual adat, tabur bunga dan orasi di depan gedung Pengadilan Negeri Simalungun. Persidangan juga diwarnai dengan datangnya papan bunga dengan pesan "Terima kasih kepada hakim atas nilai keadilan untuk masyarakat adat" dan

Turut Berduka Cita atas Matinya Keadilan di Negara ini

Sorbatua Siallagan, tetua adat yang didakwa menduduki kawasan hutan Negara dan membakar hutan Negara. Melalui nota pembelaannya, Sorbatua membantah dakwaan bahwa beliau menduduki kawasan hutan, beliau sampaikan yang selama ini diusahai adalah wilayah adat Ompu Umbak Siallagan. Wilayah adat yang sudah dikuasai dan diusahai oleh Ompu Umbak Siallagan dan keturunannya selama sebelas generasi.

Boy Raja Marpaung sebagai penasihat hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) menyampaikan bahwa sebagai penasihat hukum mereka tidak menerima putusan tersebut. Karena Sorbatua jelas tidak menduduki kawasan hutan Negara tapi wilayah adatnya.

"Kami mengapresiasi Hakim yang bernama Agung Corry Laia yang melakukan disenting opinion (perbedaan pendapat hakim). Yang mana disampaikan bahwa Sorbatua Siallagan seharusnya bebas. Karena ini masalah sengketa lahan yang secara administrasi harus diselesaikan dulu konfliknya. Penasihat Hukum dan Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan mengucapkan terima kasih kepada hakim tersebut. Perjuangan ini masih panjang", ujar Nurleli Sihotang, yang juga Penasihat Hukum dalam TAMAN.

Pada kesempatan tersebut juga, Jerni Elisa Siallagan, putri dari Sorbatua Siallagan menyampaikan kekecewaan atas putusan tersebut:

Ini kelalaian Negara yang belum mengesahkan kebijakan untuk mengakui dan melindungi hak masyarakat adat.

"Makanya bapak saya mengalami kriminalisasi ini. Kami keluarga akan tetap melawan." ujar Jerni.

Sebelumnya tahun 2019, Sorbatua dan beberapa komunitas masyarakat adat pernah bertemu langsung dengan Siti Nurbaya Bakar, Menteri KLHK Republik Indonesia. Siti Nurbaya mengeluarkan SK tentang penyelesaian konflik antara Masyarakat Adat dengan PT Toba Pulp Lestari. Akan tetapi sampai hari ini, belum juga dilaksanakan.

Sorbatua Siallagan akan terus mempertahankan wilayah adat dari rampasan perusahaan perusak lingkungan Toba Pulp Lestari.

sumber: Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara - TAMAN dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Tano Batak - AMAN Tano Batak

Halaman ini tersedia dalam bahasa berikut:

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!