Hak-hak Alam: Indonesia mengakui hak gugat
Di Indonesia alam tidak punya hak-hak konstitusional. WALHI, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, diberikan hak menggugat (legal standing) oleh pengadilan. Wawancara dengan Dana Tarigan, direktur WALHI Sumut 2016-2020.
Meskipun alam tidak mempunyai hak-hak konstitusional di Indonesia, WALHI telah beberapa kali membela alam dan menggugat perusahaan dan pemerintah di pengadilan. Selamatkan Hutan Hujan mewawancarai Dana Tarigan. Beliau adalah direktur WALHI Sumatra Utara periode 2016 sampai 2020. WALHI adalah LSM lingkungan terbesar di Indonesia dan merupakan forum kerja sama dengan lebih dari 500 organisasi dan aktivis.
Hak apa saja yang dimiliki alam di Indonesia?
Pak Dana, mengapa bagi WALHI ruang sidang merupakan ruang aksi yang penting untuk perlindungan hutan hujan?
Anda tahu persoalan Indorayon? Pabrik pulp di Sumatra Utara ini sejak puluhan tahun mencemarkan danau Toba dan menebang hutan hujan untuk produksi kertas. Sudah di tahun 1988 WALHI mengajukan gugatan terhadap Indorayon, empat mentri dan gubenur. Meskipun pengadilan di Jakarta menolak gugatan, namun bersamaan itu juga WALHI diberikan hak menggugat (legal standing).
Anda menganggap ini sebagi kesuksesan?
Ya. WALHI sekarang adalah satu-satunya di Indonesia yang memiliki hak gugat atas ekosistim yang telah dirusak. Hak gugat ini di tahun-tahun berikutnya dipancang secara hukum yaitu dalam hukum kehutanan, perlindungan lingkungan, sampah dan perlindungan konsumen. Bukan hanya manusia yang menderita akibat perusakan alam dan pencemaran lingkungan, tapi juga makhluk hidup lainnya seperti pohon, burung, ekosistem dlsb.
Lalu makhluk hidup lainnya ini Anda wakili di pengadilan?
Alam di Indonesia tidak mempunyai hak konstitusional. Prioritas tertinggi hanya ditujukan pada pertumbuhan ekonomi dan pemerintah akan menerima resiko ekologis. Oleh karena itu WALHI telah beberapa kali menggunakan hak gugat.
Berapa besar peluang memenangkan gugatan?
Yang sering adalah pengadilan menolak gugatan kami. Tapi tujuan kami menghentikan perusakan, tidak harus memenangkan gugatan. Contohnya bendungan di hutan Batang Toru dimana di sana hidup orang utan Tapanuli yang langka. Kita telah gagal menggugat penarikan ijin pembangunan oleh pemerintah. Tapi proses pengadilan dan banyaknya protes di seluruh dunia ternyata berpengaruh, sehingga para investor diantaranya Bank of China untuk sementara menarik diri. Kita telah kalah, bendungan masih bisa tetap dibangun, tapi yang penting investor menyadari resikonya.