Unilever – tebang habis hutan bakau Kubu Raya

Tupai terbang Borneo diancam oleh penebangan hutan Tupai terbang Borneo (© Istockphoto/Vincent_St_Thomas) Orang utan bersama anaknya Bayi orang utan (© Istockphoto/davidevison)

„Minyak sawit keberlanjutan“ -nya Unilever cuma omong kosong. Perusahaan ini menerima bahwa pemasok minyak sawitnya Wilmar membiarkan hutan bakau Kubu Raya di Kalbar hancur. Masalah ini merupakan satu dari banyak kasus lainnya. Tuntutlah Unilever: Stop minyak sawit! Stop perdagangan dengan perusahaan eksploitasi!

seruan

Kepada: CEO Unilever

“Unilever: Tolak perdagangan dengan minyak sawit! Putuskan hubungan dengan perusahaan eksploitasi.”

Membaca surat

Masa depan yang lebih cerah. Bisnis yang semakin berjaya“ dengan kalimat ini produsen barang kebutuhan raksasa ini beriklan di websitenya. Bahan bakunya yang terpenting untuk Blue Band dan Dove: Minyak sawit. Untuk minyak nabati yang murah ini, hutan hujan ditebang dan penduduk digusur dari tanahnya. Perusahaan ini namun mengelak: "Pada 2020 kami akan membeli 100% bahan baku pertanian secara berkelanjutan

Kenyataannya lain – Pemasok Unilever Wilmar membeli minyak sawitnya dari hutan hujan yang ditebang.

Satu dari banyak kasus pengrusakan dan kekerasan bagi minyak sawit telah diungkap oleh mitra kami: Di pesisir Kalimantan Barat hutan bakau tumbuh disepanjang sungai air tawar hingga menuju laut dan bekantan menyapa perahu-perahu, terletak kabupaten Kubu Raya. Hutan bakau dan rawa gambutnya termasuk salah satu yang terbesar dan paling beragam di Indonesia.

Indahnya alam tidak menjadikan pelaku bisnis yang maruk untuk tahu diri – sejak lama perkebunan sawit merambah di kabupaten Kubu Raya. Perusahaan minyak sawit PT. Sintang Raya terkenal akan kebrutalannya; tidak mematuhi hukum, merusak hutan bakau dan menteror penduduk. Di sanalah Wilmar, pemasok minyak sawit terbesar di dunia, membeli dan memasok dagangannya, seperti ke Unilever. Keunikan ekosistem bakau terancam!

Ini bukan satu-satunya. Di kabupaten yang sama beroperasi perusahaan minyak sawit Rezeki Kencana, dimana minyak sawitnya juga melewati Wilmar dipasok ke Unilever. Menuntut tanggung jawab pt rezeki kencana dan wilmar group atas perampasan tanah di kalbar, tuntut aktivis lingkungan dan HAM Indonesia.

Juga dari ekosistem Leuser di Sumatra, habitat gajah, badak, harimau dan orang utan, menurut penelitian Rainforest Action Network di suplai minyak sawit hasil pembabatan hutan hujan ke perbagai perusahaan multinasional – seperti Unilever.

Latar belakang

PT. Sintang Raya: Kriminalisasi dan perusakan lingkungan hidup

Sintang Raya mengelola 20.000 hektar kebun sawit di kabupaten Kubu Raya. Perusahaan ini tahun 2007 memulai penebangan hutan gambut secara ilegal dan perusakan berbagai ladang di Desa Seruat Dua dan desa lainnya. Sejak 2009 Sintang Raya secara misterius memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas 11.130 hektar, meskipun terbukti tanpa dilengkapi Analisis Dampak Lingkungan dan Sosial (AMDAL).

Sintang Raya banyak melanggar hukum dan larangan, antara lain:

- Indikasi tidak adanya AMDAL

- Melanggar moratorium gambut dan membuka perkebunan sawit di lahan gambut;

- Tidak ada fasilitas pemadam kebakaran hutan, kecuali menara pengawas yang hampir roboh meskipun di musim kemarau banyak terdapat Hotspots (titik-titik kebakaran);

- Air limbah dan sampah kebun tidak dibuang dengan benar.

Penduduk menuntut proses hukum. Satu proses penting mencabut pemberian HGU terjadi tahun 2011, lalu tahun 2012 diperkuat oleh tingkat yang lebih tinggi dan tahun 2014 oleh Mahkamah Agung. Dengan demikian perkebunan Sintang Raya resmi ilegal.

Namun tidak terjadi perubahan di lokasi. Sebaliknya teror dan intimidasi bertambah. Keresahan penduduk berubah menjadi aksi protes. Terjadi aksi panen. Sintang Raya berhasil mengkriminalisasi penduduk. 17 warga desa tahun 2014 divonis hukuman penjara, warga lainnya diselediki. Karena aksi teror yang terus menerus warga mengungsi di tahun 2016 ke halaman Komisi Hak Asasi Manusia.

Penebangan hutan bakau di Kubu Raya menyebabkan perubahan besar atas fungsi air. Air laut tidak bisa dibendung lagi dan terus mendesak ke daratan. Bagi masyarakat hal ini berdampak buruk, karena tanah yang berguna bagi pertanian ini menjadi asin. Demi kepentingan minyak sawit, masyarakat tidak hanya kehilangan tanahnya tapi juga sisa tanah mereka tidak bisa lagi digunakan. Air minum mejadi masalah besar.

Perhimpunan bantuan hukum Kalimantan: Sintang Raya lakukan segala cara

Latar Belakang Kasus supplier Wilmar, PT. Sintang Raya

Menurut riset Link-AR Borneo, PT. Sintang Raya merupakan salah satu perusahaan di Kab. Kubu Raya-Kalimantan Barat yang bergerak dibidang perkebunan skala besar dengan Jenis Komoditi Kelapa Sawit. Adapun lokasi yang menjadi sasaran pembangunan perkebunan PT. Sintang Raya adalah Kec. Kubu, khususnya Desa Sui Slamat, Seruat III, Seruat II, Mengkalang dan Dabong.

PT. Sintang Raya dimulai sejak tahun 2003 yang lalu. Hal ini dapat dilihat dari perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kab. Pontianak. Diawali dengan surat permohonan yang diajukan oleh Direktur PT. Sintang Raya dengan nomor surat 12/SR-P/III/2003 tertanggal 12 Maret 2003 Perihal Permohonan Izin Prinsip pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kec. Kubu Kab. Pontianak. Pemerintah Kab. Pontianak memberikan perizinan bagi perusahaan PT Sintang Raya, dengan mengeluarkan Surat Keputusan mengenai informasi lahan dengan nomor surat 503/0587/1-Bapeda tertanggal 24 April 2003 dengan luas lahan 22.000 Ha. Satu tahun kemudian Pemerinta Kab. Pontianak kembali mengeluarkan surat yang intinya untuk melegalisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kec. Kubu. Pertama, adalah Surat Ijin Lokasi dengan nomor surat 400/02-IL/2004 yang dikeluarkan pada tanggal 24 Maret 2004 dengan luas lahan 20.000 Ha. Kemudian yang kedua Surat Ijin Usaha Perkebunan dengan nomor surat 503/0457/II/Bapeda yang keluar pada tanggal 1 April 2004 dengan luas 20.000 Ha.

Pada tahun 2007 PT. Sintang Raya mulai melakukan aktifitasnya, mulai dari pembersihan lahan, penebangan hutan dan pekerjaan-pekerjaan lainya yang diperlukan TANPA ADA PROSES PELEPASAN SESUAI DENGAN PROSEDUR UU NOMOR 18 TAHUN 2007 tentang PERKEBUNAN. Tidak hanya itu pada tahun 2006 PT. Sintang Raya juga mengkonsolidasikan lima kepala desa yang masuk dalam areal konsesi PT. Sintang Raya untuk mengeluarkan surat penyerahan lahan kepada PT. Sintang Raya untuk dibangun perkebunan Kelapa Sawit, secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat, dalam pengambilan keputusan masuknya PT Sintang Raya di lima desa.

Sertifikat Hak Guna Usaha dari (HGU) PT. Sintang Raya dari Badan Pertanahan Nasional dengan nomor HGU 04/2009 tanggal 05 juni 2009 seluas 11.129,9 ha yang berlokasi di Desa Seruat II, Seruat III, Mengkalang Jambu, Mengkalang Guntung, Sui Selamat, Sui Ambawang, dan Desa Dabong. Dengan keluarnya Sertifikat Hak Guna (HGU) inilah yang kemudian dijadikan sebagai alasan bagi PT. Sintang Raya untuk terus menerus melakukan penyerobotan lahan masyarakat dibeberapa desa. Beberapa titik areal pertanian/perladangan masyarakat yang telah dirampas oleh PT. Sintang Raya adalah sebagai berikut: Desa Seruat II, Desa Mengkalang, Seruat III, Sui Selamat, Pelita Jaya, Ambawang, Olak-Olak Kubu, dan Dabong. Fenomena ini menunjukan betapa kejamnya praktek perampasan tanah yang dilakukan oleh PT. Sintang Raya yang dilegalkan oleh pemerintah, PT Sintang Raya juga melakukan berbagai praktek pelanggaran HAM, upaya perampasan tanah dan monopoli atas tanah disertai dengan tindakan kekerasan.

Saat ini, Berdasarkan dengan adanya Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak Nomor : 36 / 6 / 2011 / PTUN PTK, menyatakan batal Sertifikat Hak Guna Usaha No. 04/2009 tanggal 05 Juni 2009 dengan surat ukur tanggal 02 Juni 2009 No 182/2009, luas 11.1299ha tercatat atas nama PT Sintang Raya pada tanggal 09 Agustus 2012, kemudian dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tertinggi Tata Usaha Negara Nomor 22 / B / 2013 / P TUN JKT pada tanggal 31 Juli 2013, serta informasi Penolakan Kasasi dari Mahkamah Agung Nomor 550 K/ TUN / 2013 pada tanggal 27 Febuari 2014. Dengan dasar, antara lain :

Bahwa tanpa pengkajian terlebih dahulu, mengabaikan asas-asas umum kepemerintahan yang baik terutama asas kepastian hukum dan asas tertib penyelenggaran negara, dimana pada tanggal 22 januari 2007 wakil bupati pontianak memperanjang Surat Izin Lokasi PT Sintang Raya dengan surat keputusan nomor : 25 tahun 2007.

PT Sintang Raya juga sejak memegang surat izin lokasi yang pertama nomor : 400/02-IU2004, tanggal 24 maret 2004 sama sekali tidak memperoleh tanah dari izin lokasi tersebut, dengan demikian seharusnya izin lokasi untuk perkebunan PT Sintang Raya tidak diperpanjang lagi oleh bupati.

Selama kurun waktu 3 tahun PT Sintang Raya tidak berhasil mencapai perolehan tanah lebih dari 50% dari izin lokasi, perolehan lahan yang dilakukan oleh PT Sintang Raya dilima desa tanpa melibatkan masyarakat dan tanpa ada proses ganti rugi.

Sebagaian konsesi PT Sintang Raya merupakan areal pemukimam penduduk, lahan usaha pertanian, perkebunan yang produktif.

Berdasarkan dengan adanya Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak Nomor : 36 / 6 / 2011 / PTUN PTK, menyatakan batal Sertifikat Hak Guna Usaha No. 04/2009 tanggal 05 Juni 2009 dengan surat ukur tanggal 02 Juni 2009 No 182/2009, luas 11.1299ha tercatat atas nama PT Sintang Raya pada tanggal 09 Agustus 2012, kemudian dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tertinggi Tata Usaha Negara Nomor 22 / B / 2013 / P TUN JKT pada tanggal 31 Juli 2013, serta informasi Penolakan Kasasi dari Mahkamah Agung Nomor 550 K/ TUN / 2013 pada tanggal 27 Febuari 2014.

Permasalahan yang di hadapi

Peminggiran hak kelola

Sejak keberadaan PT Sintang Raya diwilayah kami, telah banyak menimbulkan masalah-masalah dan potensi konflik ditengah-tengah masyarakat yang masuk dalam kawasan konsesi PT SINTANG RAYA dan sekitarnya antara lain :

1) Desa Pelita Jaya

Desa Pelita Jaya tidak pernah adanya penyerahan lahan kepada PT Sintang Raya, tetapi kenyataannya wilayah Desa Pelita Jaya masuk bagian HGU PT Sintang Raya termasuk lahan-lahan masyarakat yang bersertifikat sebanyak 51 persil telah dibuktikan dengan gugatan oleh junedi dkk sehingga terjadinya sebagai alat bukti perkara yang sudah diputuskan.

2) Desa Olak-Olak Kubu

Desa Olak-Olak Kubu juga tidak pernah adanya penyerahan dari pihak Pemerintah Desa maupun dari masyarakat, lahan tersebut juga menjadi HGU PT Sintang Raya padahal wilayah Desa Olak-Olak Kubu juga tidak ada termuat didalam dokumen AMDAL PT Sintang Raya, tetapi kenyataannya lahan tersebut digarap untuk dijadikan kebun inti Perusahaan yang belum ada kejelasan dimasyarakat dan telah terjadi 20 kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh PT Sintang Raya.

3) Desa Seruat II

Sekitar 900ha lahan cadangan untuk pengembangan tata ruang desa termasuk HGU PT Sintang Raya, juga tidak pernah adanya penyerahan dari masyarakat secara langsung tetapi PT Sintang Raya melakukan penyerobotan secara langsung terhadap lahan-lahan masyrakat.

4) Desa Dabong

Sekitar 2.675ha termasuk lahan SP2 Transmigrasi yang sudah ada tata ruangan serta Insfrastrukturnya sesuai SK Gubernur Kalimantan Barat Nomor 476/2009/ tanggal 12 Agustus 2009 untuk lahan SP2 Transmigrasi juga menjadi HGU PT Sintang Raya.

5) Desa Sungai Selamat

PT Sintang Raya telah mengakibatkan pencemaran limbah dari proses pengelolaan perkebunan sawit yang masuk dalam pemukiman-pemukiman warga. Serta lahan plasma masyarakat yang belum ada kejelasan dimasyarakat.

6) Selama beropersinya Perusahaan PT Sintang Raya, telah menyebabkan konflik soisal baik horizontal maupun vertikal. Terdapat 86 kasus tindakan kriminalisasi, intimidasi mulai dari PENCULIKAN, PEMENJARAAN, DAN INTIMIDASI SERTA TEROR yang di alami oleh masyarakat di beberapa Desa sekitar konsesi PT Sintang Raya.

Kerusakan sumber daya alam.

Dampak lebih lanjut yang juga tidak bisa dihindarkan adalah bencana ekologis yang telah dirasakan langsung oleh masyarakat. Seperti bencana banjir bandang yang menenggelamkan puluhan buah rumah-rumah masyarakat pada Juli 2010 yang lalu. Banjir yang menggenangi permukiman dan areal perladangan masyarakat pada saat itu telah mengakibatkan rusaknya berbagaimacam sarana-sarana rumah tangga masyarakat. Dampak ekologis lainya lagi adalah terjadinya kekeringan pada saat musim panas. Hal ini telah mengakibatkan masuknya air asin diareal permukiman dan perkebunan masyarakat. Akibatnya selain masyarakat menjadi kesulitan untuk mendapatkan sarana air bersih, masuknya air asin juga mengakibatkan semakin berkurangnya hasil produksi perkebunan masyarakat, terutama adalah tanaman kopra. PT Sintang Raya juga melakukan praktek pelanggaran antara lain :

Terindikasi tidak adanya dokumen analisasi masalah dampak lingkungan dan dampak sosial.

Melakukan land clearing dan penanaman di areal yang bergambut.

Tidak adanya sistem penanggulangan kebakaran lahan dan hutan, ada tower pemantau api namun dalam kondisi yang tidak layak.

Terdapat titik api.

Pengelolaan limbah yang tidak sesuai prosedur.

Kerugian negara

PT Sintang Raya yang melakukan penggarapan di arael SP 2 Transmigrasi seluas 2.675 ha dengan total kerugian negara senilai Rp. 3.525.011.000,- ( tiga milyar lima ratus dua puluh lima juta sebelas ribu).

Berdasarkan surat Bupati Kubu Raya nomor 525/1145/Pertanahan-A tentang prihal peninjauan kembali HGU PT Sintang Raya tanggal 21 Desember 2011.

Surat Himbauan Bupati Kubu Raya nomor 188/324/HK tentang penghentian pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit pada aeral pencadangan transmigrasi desa Dabong SP 2, 3 dan lahan masyarakat.

DOKUMENTASI Kronologis Kasus PT Sintang Raya dan PT. CTB vs Masyarakat Olak-olak Kubu. Korban Kriminalisasi : 15 Warga Olak-olak Kubu

1. Mengenai hal apa: Indikasi melakukan Wanptrestasi; Indikasi pelanggaran HAM untuk hak ekonomi, sosial, budaya masyarakat.

2. Identitas para pihak yang merugikan perdata: PT. CTB dan masyarakat Olak-olak Kubu, di kabupaten Kubu Raya.

3. Kapan perbuatan itu terjadi :Pada tanggal 16 desember tahun 2008 PT. CTB Masuk ke Olak-olak Kubu.

2. Penyerahan lahan antara PT. CTB dan Masyarakat Olak-olak Kubu pada tanggal 16 desember 2008.

3. Pada tanggal 03 Juni 2009 PT. CTB melakukan MoU adalah pembagian pola bagi hasil 80:20 antara masyarakat dan PT. CTB. Surat perjanjian terlampir.

4. Pada tanggal 27 September 2012 PT. CTB melakukan win-win solution lahan kepada PT. Sintang Raya.

5. PT. CTB telah merealisasikan janjinya pembagian hasil TBS plasma yang ke I april, mei, juni, juli dan agustus 2014 (terima hasilnya pada 6 januari 2015)

6. Pembagian hasil kedua dilakukan pada bulan september, oktober, november dan desember 2014 (terealisasi pada tanggal 10 bulan februari 2015)

7. Pembagian hasil Pada bulan januari, febuari, maret dan april 2015 PT.CTB kepada masyarakat soal pembagian hasil yang sudah disepakati dengan masyarakat. (Masyarakat selalu harus mengajukan terlebih dahulu baru di berikan ganti rugi).

8. Menurut surat keterangan penyerahan lahan yang pertama dan yang kedua jumlah lahan yang di kelola perusahaan seluas 801 Ha (tertanggal 16 desember 2008) P1) berdasarkan surat perjanjian lahan nomor:001/CTB-ok/2008 dan nomor:002/CTB-ok/2008 keduanya tertanggal 16 desember 2008. Didalam lahan seluas 801 Ha ada hak masyarakat seluas 151,71 Ha yang berupa plasma. (P2).

9. Pada tanggal 7 Agustus 2014 masyarakat yang merasa memiliki lahan seluas 151,71 Ha melakukan pemanenan di blok A30-A31 kebun Plasma PT.CTB.

10. Berkisar sekitar 3 hari berikutnya, Polres Pontianak melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan sebagai tersangka/saksi dalam perkara pencurian terhadap 16 orang masyarakat desa olak-olak Kubu yaitu: Gunadi, Muntahar, Agus Priyanto, Supono, Sunardi, Sutijan, Darmawan, Sumadi, Sulikin, Suparman, Dian, Sahar, Sutekno, Agus Sudaryanto, Suwandi dan Bambang.

11. Pada tanggal 21 Agustus 2014 dari 16 warga Olak-olak Kubu yang melakukan pemanenan 7 orang dibawa dan diperiksa oleh Polres Mempawah dikantor Estate Dabong divisi IV PT Sintang Raya. Masyarakat diperiksa sejak jam 9 pagi sampai jam 10 malam kemudian masyarakat dipindahkan ke kantor estate ambawang dan di inapkan satu hari satu malam.

12. Selama proses pemeriksaan masyarakat mengalami tindakan intimidasi dan ancaman seperti:

Pemanggilan melalui surat penggilan kepada sutijan dan agus tertulis untuk melakukan pemeriksaan di polsek kubu namun yang terjadi pemeriksaan terjadi di estate dabong padahal jarak antara rumah agus dan sutijan lebih dekat ke polsek kubu (15 menit) daripada ke estate dabong devisi dabong yang membutuhkan waktu lebih kurang 45 menit.

Selama proses pemeriksaan alat komunikasi (HP) diambil oleh Polisi bernama Yudi polisi polsek Kubu.

Ancaman yang dilakukan oleh Brigadir Adiwijaya SH yang mengatakan “kalau kamu tidak ikut saya baik-baik nanti saya akan proses kamu tanpa BAP dan akan saya bawa ke mempawah, kendaraan speed sudah siap “

Selama di inapkan di estate ambawang 7 (sutijan, agus supriyanto, agus sudaryanto, suparman, sahar, sumadi, sutikno) (sebagai tersangka/saksi) orang tersebut ditempatkan di ruangan tertup dan tanpa cahaya penerangan, jendela terkunci dan dipaku dari luar. Tindakanini dilakukan oleh Pak Yudi (anggota Polsek Kubu).

13. Pada tanggal 22 agustus 2014 pemeriksaan dilanjutkan terhadap 4 (muntahar, gunadi, bambang irawan, sulikin) orang di estate ambawang.

14. Pada tanggal 11 maret 2015 pemeriksaan dilanjutkan terhadap 4 orang di Polsek Kubu (supono, dian, darmawan, suwandi). Satu orang lagi menyusul pemeriksaan di Polsek Pontianak Selatan (sunardi).

15. Darmawan adalah salah seorang masyarakat yang tidak dapat membaca dan menulis tetapi dimintai untuk melakukan cap jempol BAP sementara yang dilainya melakukan tanda tangan BAP tanda di dampingi oleh Pengacara.

4. Tempatnya dimana :

Desa Olak-olak Kubu,kecamatan Kubu kabupaten Kubu Raya.

PT.Sintang Raya estate dabong dan estate Ambawang

Polres Mempawah.

Polsek Kubu.

Polsek Pontianak selatan.

5. Saksi-saksi yang mengetahui/melihat saat kejadian :

a. 16 orang masyarakat.

b. Kepala Desa.

6. Bukti lain berupa surat-surat :

1. Surat penyerahan lahan nomor 1/2008

2. surat MOU

3. Surat Pemanggilan terhadap 16 warga.

Surat

Kepada: CEO Unilever

Yang terhormat pimpinan Unilever,

Perusahaan Anda beritikad menggunakan minyak sawit yang berkelanjutan. Tapi kami tetap mengetahui bahwa pemasok Anda membabat hutan hujan secara ilegal, merampas tanah, melakukan teror dan melanggar hukum.

Satu dari banyak perkebunan yang memasok minyak sawit ke Wilmar, adalah milik Sintang Raya di kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat. Perusahaan ini telah merampas tanah milik penduduk di tujuh desa dan menteror penduduk serta mengkriminalisasi puluhan orang. Perusahaan ini juga menebang hutan bakau untuk ditanami sawit di tanah gambut. Hutan gambut dan bakau di kabupaten Kubu Raya adalah yang terbesar dan teragam di Asia Tenggara.

Hutan bakau harus dipertahankan untuk tujuan iklim global, diversitas dan perlindungan pantai. Menebang hutan ini berarti tidak hanya melanggar hukum tapi juga sebuah kejahatan terhadap umat manusia.

PT. Sintang Raya selain itu mengabaikan pengadilan Indonesia. Pengadilan ini telah mencabut ijin operasi perusahaan, dengannya Sintang Raya beroperasi secara ilegal.

Sayangnya PT. Sintang Raya bukan satu-satunya perusahaan yang melewati Wilmar memasok minyak sawitnya ke Unilever. Perkebunan konflik lainnya di Kubu Raya adalah dari anggota RSPO yakni PT. Rezeki Kencana.

Mitra Wilmar lainnya juga berperan dalam minyak sawit konflik, seperti PT. Agra Bumi Niaga yang menebang di ekosistem Leuser dan merusak habitat spesies yang langka.

Saya menuntut Anda untuk menghapus minyak sawit dari daftar bahan pelengkap produk Anda dan segera menghentikan hubungan dagang dengan perusahaan eksploitasi!

Dengan hormat,

Petisi ini tersedia dalam bahasa-bahasa berikut:

225.376 Pendukung

Bantulah kami mencapai 250.000:

aktivitas sebelumnya

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!