Tanda peringatan bagi perusak hutan dan habitat gajah
12 Sep 2024
Peringatan oleh Selamatkan Hutan Hujan dan APEL Green Aceh kepada semua pihak yang merusak hutan hujan. Salah satu contohnya adalah hutan produksi desa Kila, Aceh. Meskipun kegiatan operasional dilarang, sebuah perusahaan telah menanam kelapa sawit. Padahal hutan ini adalah habitat gajah sumatra.
APEL Green Aceh dan Selamatkan Hutan Hujan telah memasang tanda yang melarang penebangan, pengrusakan, pembakaran hutan produksi di desa Kila kecamatan Seunagan Timur, kabupaten Nagan Raya. Ini hasil kerjasama dengan badan KPH IV dengan tujuan memberi peringatan kepada perusahaan juga pemerintah agar lakukan tindakan tegas kepada perambahan hutan produksi.
Sesudah kegiatan monitoring rutin APEL Green Aceh menemukan kawasan hutan produksi di desa Kila sudah ditanami sawit. Lalu APEL Green Aceh medesak pihak berwajib untuk segera melakukan tindakan tegas terhadap pengusuran hutan tersebut. Maka dari pada itu kita menghibau kepada masyarakat tidak merusak hutan.
Baru tahun 2023 otoritas membekukan izin SIPUHH di hutan produksi desa Kila ini. Ini berarti kegiatan operasional dan penatausahaan hasil hutan, penebangan, pengangkutan kayu di hutan produksi desa Kila dilarang. Meskipun begitu, tetap APEL Green Aceh menemukan kegiatan yang dilarang.
Tanda yang dipasang adalah peringatan bahwa kita memantau kejahatan lingkungan. Bahwa pembela lingkungan semangat melindungi hutan dan satwa.
Dengan kegiatan ini, kita juga berusaha menyelematkan gajah sumatra dan fauna yang lain. Apa lagi daerah tersebut juga adalah habitat satwa kunci Sumatra yaitu gajah sumatra. 20 sampai 40 gajah tercatat di hutan produksi Kila.
Gajah sumatra terganggu
Gajah sumatra merupakan satwa lindung yang terancam punah kritis dan berisiko tinggi untuk punah di alam liar. Sebab utama adalah perambahan kawasan hutan yang menyebabkan terganggunya habitat gajah.
Gangguan habitat gajah juga terjadi di desa Kila, sampai ketemuan gajah mati. LSM Aceh mencatat dalam periode 2019-2023 sebanyak 22 gajah sumatera di Aceh mati. Penyebab kematian beragam, mulai dari diburu, terkena kabel listrik, hingga sakit. Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, setiap tahun terjadi lebih dari seratus kali konflik gajah.
Satwa kunci Kawasan Ekosistem Leuser harus diselamatkan. Gajah, orangutan dan harimau menjaga keseimbangan ekosistem. Gajah dan orangutan membantu dalam proses reboisasi hutan secara alami, sedangkan harimau menjaga keseimbangan populasi satwa lainnya.
Ilmu adat hilang
Menurut nenek moyang masyarakat Aceh, konflik dengan gajah merupakan sebagai pertanda bila manusia melakukan kesalahan. Misalnya, mengganggu kehidupan gajah. Dulu, adat di Aceh mengatur hutan untuk dikelola manusia dan hutan Tuhan. Hutan Tuhan ini tidak boleh diganggu, tempatnya satwa liar hidup seperti gajah, harimau, badak, burung, bahkan ular.
Sekarang, semua berubah. Apakah masyarakat Aceh telah melupakan aturan adat untuk hidup berdampingan secara harmonis dengan alam? Atau pengrusak adalah pendatang dari tempat lain? Orang Aceh dulu dilarang menganggu habitat satwa, juga dilarang menyakiti binatang.
Sekarang hutan di Aceh banyak yang rusak atau hilang, habitat satwa terganggu dan gajah dibunuh. Kami tidak menerima kerusakan ini dan berusaha menghentikannya.