Tragedi di Kawasan Industri Nikel di Sulawesi: Krisis Pangan dan Kekurangan Gizi
11 Mar 2024
„Demam” nikel bagi mobil listrik telah membawa Sulawesi Tengah pada kehancuran ekologis yang nyata, Kekeringan dan gagal panen menyebabkan tragedi dengan konsekuensi yang mengerikan bagi balita - kelaparan dan krisis gizi.
„Pertambangan nikel bagi mobil listrik tidak hanya merusak hutan hujan", kata Andika, aktivis lingkungan hidup dan pengarang studi Cagar Alam, Modal dan Adat - tentang masyarakat adat Tau Taa Wana yang tinggal di Kabupaten Morowali, pusat kawasan industri nikel, kepada Selamatkan Hutan Hujan.
Masyarakat yang tinggal di kawasan industri nikel mengalami gagal panen akibat dari kerusakan ekologi total, sehingga angka kelaparan dan kekurangan gizi sangat tinggi di Morowali.
Masyarakat adat seperti suku Tau Taa Wana Posangke di Morowali Utara sangat terpengaruh. Tidak ada yang paling dikeluhkan oleh mereka selain khawatir akan masa depan lahan pertanian subsistensi mereka, karena lahan mereka akan hilang diambil oleh perusahaan tambang atau sawit.
Berikut ini sebuah petikan dari kalimat Indo Erna yang mencerminkan bagaimana kecemasan itu tersimpan dan menjadi masalah kebatinan mereka.
Kami takut jika tanaman kami tidak subur dan tidak menghasilkan buah lagi. Kalau tambangan atau sawit masuk, kami akan pergi lari meninggalkan tempat ini. Kami tidak mungkin hidup kalau tanah sudah diambil dan tidak subur lagi.
Ketakutan terburuk mereka kini menjadi kenyataan: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak Tau Taa Wana akibat kurang gizi.
Menurut analisis Andika, kombinasi antara pertambangan nikel yang mengakibatkan perusakan alam Sulawesi dan pemanasan global berdampak pada ketahanan pangan dan kesehatan, terutama bagi masyarakat adat. Beliau menulis:
1. Kehancuran ekologis di jantung produksi nikel dunia
„Demam” nikel telah membawa Sulawesi Tengah pada kehancuran ekologis yang nyata. Banyak investor besar dari manca negara datang ke sana dengan satu tujuan - mobil listrik.
Di 15 tahun terakhir telah terjadi eksploitasi nikel secara besaran-besaran. Ratusan ribu hektar dan ekosistem pendukungnya telah mengalami perubahan lanskap. Suatu perubahan atas nama energi terbarukan telah menuai dampak yang jauh lebih mengerikan dari pada krisis akibat penggunaan energi fosil.
Sulawesi Tengah memiliki nikel terbesar di Indonesia dengan cadangan 120 juta ton atau 52 persen cadangan nikel nasional. Setiap harinya, ratusan metrik ton, asam sulfat dan ore nikel dibakar di empat kawasan industri smelter bijih nikel.
Kampanye Eropa: Hingga 2030, 70 persen jumlah kendaraan harus sudah beralih dari fosil ke energi terbarukan. Salah satu kompenen penting dari energi terbarukan adalah baterai lithium untuk mobil listrik yang bahan baku utamanya adalah nikel. Cadangan nikel di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, yaitu 25 persen dari total cadangan dunia. Ekspansi pertambangan dan hilirisasi produksi nikel menjadi primadona pemerintah Indonesia. Hal ini menarik minat para investor datang ke Sulawesi juga Maluku.
2. Kekeringan dan gagal panen
Dampak dari ekspansi besar-besaran industri nikel yaitu deforestasi dan hilangnya sumber kehidupan sudah diketahui. Namun masih ada dampak lainnya yang juga tragis, yaitu kekurangan gizi akibat gagal panen.
Oleh sebab deforestasi demi lahan pertambangan yang luas dan pembangunan kawasan industri nikel dengan smelter, PLTU dan pabrik lainnya, menyebabkan iklim di Sulawesi telah berubah.
El Nino memperparah dampak deforestasi dan pemanasan global dan menyebabkan kekeringan langsung di jantung produksi nikel dunia, Sulawesi Tengah.
Kemarau panjang yang terjadi di Morowali hingga bulan November 2023 telah mengakibatkan sungai-sungai dan danau mengalami penurunan debit air. Contohnya pinggir pantai danau Poso, dimana disana berdiri PLTA Poso, kini berada satu kilometer lebih jauh ke arah danau dari asal mulanya.
Mularman warga Morowali mengatakan, bahwa kemarau panjang dan kekeringan menyebabkan tanaman padi tidak tumbuh. „Tidak ada air dan kondisi tanah terbelah-belah.“ Ia juga menambahkan bahwa kurang lebih 50 hektar sawah di desa Lantula Jaya, Kecamatan Wita Ponda, rusak.
Keadaan menyedihkan juga terjadi di 16 desa di Kecamatan Momunu - Kabupaten Buol yang terdampak kekeringan. Masyarakat kesulitan memperoleh air bersih. Puluhan hektar sawah dan kebun milik masyarakat tidak berproduksi atau gagal panen.
3. Krisis pangan, kelaparan dan gizi buruk
Gagal panen telah menyebabkan krisis pasokan pangan. Petani yang hidup di pedesaan kehilangan sumber penghasilan. Mereka tidak mampu membeli bahan makanan karena harga telah menjadi mahal. Semua hal ini mengakibatkan bencana kelaparan dan kekurangan gizi.
Bencana kekurangan gizi sangat riskan terutama bagi anak dan bayi, karena bisa mengakibatkan stunting. Menurut WHO, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak dan bayi akibat gizi buruk, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Tinggi badan anak dan bayi stunting tidak sesuai dengan standar WHO. Stunting disebabkan oleh kekurangan gizi kronis pada masa pertumbuhan anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu dari masa kehamilan hingga usia dua tahun. Stunting juga dapat mempengaruhi perkembangan otak dan kognitif anak, serta meningkatkan risiko penyakit kronis di masa dewasa.
Menurut data Kementrian Kesehatan, angka stunting di Indonesia sangat tinggi dan mencapai 21,6 persen. Stunting merupakan masalah serius di Indonesia yang memerlukan perhatian dan tindakan dari semua pihak. Persoalan stunting bukan persoalan bangsa di masa sekarang saja, melainkan menyangkut masa depan karena anak-anak itu adalah generasi penerus. Pemerintah menyadari hal ini dan berupaya untuk mengurangi jumlah tersebut menjadi 14 persen tahun 2024.
Sementara di Sulawesi Tengah angka stunting di atas rata-rata persentase nasional dan mencapai 28,2 persen. Yang lebih menyedihkan lagi, persentase jumlah stunting di kabupaten Sigi lebih tinggi lagi, yaitu 40,01 persen.
Di pusat industri dan pertambangan nikel di kabupaten Morowali kasus stunting sangat dramatis, terutama di kecamatan Bahodopi. Pada 2023 di sana telah ditemukan 239 kasus stunting. Sementara di kecamatan Bungku Timur terdapat 76 kasus, di Bungku Tengah 60 kasus, Menui Kepulauan 52 kasus, Bungku Selatan 34 kasus, Bungku Pesisir 30 kasus, Witaponda 28, Bungku Barat 27 dan Bumi Raya 18.
Angka-angka yang mengkhawatirkan ini terkait dengan gagalnya panen dan pemiskinan para petani dan hilangnya sumber kehidupan masyarakat adat Tau Taa Wana. Namun, meskipun ada penelitian ilmiah atas hubungan pertambangan dengan kesehatan, penelitian tersebut lebih fokus kepada dampak logam berat terhadap kesehatan.
Bisa diragukan apakah pengajaran nutrisi, seperti yang dilakukan oleh pemerintah, dapat menyelesaikan masalah ini. Masyarakat adat tidak akan bisa hidup tanpa hutan dan ladang. Pengetahuan tentang protein dan vitamin tidak akan membantu. Sumbangan makanan dari industri nikel hanya akan mengubah masyarakat adat yang mandiri dan daulat menjadi penerima bantuan.
Begitu banyak kasus anak-anak yang kekurangan gizi di kawasan pertambangan dan industri nikel - sangat mengkhawatirkan. Apakah generasi muda Morowali dikorbankan untuk mobil listrik?
Penulis: Andika bersama Selamatkan Hutan Hujan
* Foto (1)
Pengarang sedang melihat aktivitas “momago” menggunakan gendang. Ritual pengobatan orang sakit oleh masyarakat adat Tau Taa Wana Posangke dengan cara memanggil “arwah” kekuatan gaib. Mereka tidak mengenal pengobatan dokter, selain karena terisolasi, mereka juga tidak memiliki biaya yang cukup untuk pergi ke kota berobat.