Indonesia: Kepulauan Aru berada dalam bahaya akibat perdagangan karbon
16 Des 2023
Di Kepulauan Aru yang terletak di antara Australia dan pulau Nugini, para pedagang karbon ingin mengomersilkan salah satu hutan hujan yang masih utuh. Koalisi #SaveAru, di mana Selamatkan Hutan Hujan menjadi salah satu anggotanya, menyerukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menghentikan proses perizinan.
Melchor Group sedang mencoba membangun proyek perdagangan karbon yang disebut Cendrawasih Aru Project di atas hutan seluas hampir 600.000 hektar di Kepulauan Aru. Tidak hanya itu, perusahaan kayu PT Wana Sejahtera Abadi (WSA) juga memiliki izin untuk 56.000 hektar. Masyarakat setempat dan gerakan #SaveAru merasa khawatir.
--- >>> Surat pernyataan #SaveAru Hentikan Proses Perdagangan Karbon Melchor Grup
Ini adalah gelombang keempat serangan terhadap hutan di Kepulauan Aru dalam tiga puluh tahun terakhir. Sejauh ini, penduduk Aru telah berhasil menangkis semuanya. Penolakan Masyarakat Aru atas investasi skala besar berbasis tanah yang berpotensi merusak alam dan menghancurkan sumber air dan sumber penghidupan masyarakat sudah terjadi berulang kali. Pada tahun 2013, masyarakat Aru menolak rencana investasi perkebunan tebu milik Menara Grup yang luasnya mencapai hampir 70% luas daratan Aru. Pada tahun 2018, Masyarakat Aru menolak izin peternakan sapi terluas se-Indonesia sekitar 61.000 hektare di Aru bagian Selatan.
Kehadiran PT WSA di Kepulauan Aru meresahkan resah dan berpotensi menimbulkan konflik. Kegiatan pemanfaatan hutan yang akan dilakukan oleh PT WSA tergolong aktivitas berisiko tinggi dan membutuhkan biaya lingkungan (environmental cost) yang sangat besar. Hal tersebut dikarenakan area konsesi PT WSA berada di dua pulau kecil yaitu P. Wokam (140.000 hektar) dan P. Woham (30.400 hektar).
Pada tahun 2022, perwakilan dari Melchor Group datang ke pulau-pulau Aru, dengan alasan untuk membudidayakan kepiting bakau dan rumput laut. Penduduk setempat menolak rencana ini. Mereka tahu sejak ribuan tahun lalu bahwa intervensi terhadap ekosistem yang sensitif memiliki konsekuensi yang serius.
Ide untuk melestarikan hutan dan menjual kredit karbon sebagai imbalannya mungkin tidak terdengar buruk bagi sebagian orang. Namun banyak hal yang tidak dipertimbangkan. Hutan di Kepulauan Aru bukan tanah kosong; di sana tinggal masyarakat yang telah mengembangkan sistem pengelolaan yang canggih dan teruji untuk memanfaatkan dan melestarikan hutannya, yang sepenuhnya bergantung pada hujan (kurangnya sumber air tawar).
Berkat kearifan adat masyarakat Aru yang mendalam tentang wilayah yang kaya akan spesies dan sensitif secara ekologis ini dan perlawanan gigih dari masyarakat lokal terhadap penjarahan alam, 75% dari wilayah daratan masih ditutupi oleh hutan hujan dan 17% oleh hutan bakau. Hal ini merupakan hal yang unik di Asia Tenggara.
Proyek yang terburu-buru dan hanya mementingkan keuntungan bagi investor akan mengabaikan pencapaian masyarakat adat Aru. Proyek ini akan dengan cepat menghancurkan sistem, adat, budaya, dan identitas masyarakat - dan cenderung membuka hutan bagi para spekulan.
Rencana tersebut juga menunjukkan kurangnya pengetahuan ekologi. Kepulauan Aru memiliki keistimewaan dari segi ekologi dan geologi. Pulau-pulau yang sebagian besar terdiri dari karst dan batu kapur ini hanya dipisahkan oleh selat-selat laut sempit, sehingga memberi kesan bahwa kepulauan Aru adalah daerah berhutan dengan sungai-sungai yang mengalir melaluinya. Faktanya, hampir tidak ada air tawar. Flora dan faunanya khas Austronesia dan mirip keanekaragam hayati Papua Indonesia dan Papua Nugini: kanguru pohon dan burung cenderawasih hidup di sini.
Baca lebih lanjut mengenai ekologi dan serangan terhadap hutan Aru di makalah latar belakang kami: Gelombang Ancaman ke4 di Kepulauan Aru.pdf
.
Dalam Surat pernyataan #SaveAru Hentikan Proses Perdagangan Karbon Melchor Grup (bahasa Indonesia dan Inggris), kami menyerukan langkah-langkah konkrit dalam surat bersama kepada Kementerian Kehutanan:
-
menghentikan aktivitas perusahaan dan mencabut izin PBPH PT Wana Sejahtera Abadi di Kabupaten Kepulauan Aru;
-
menghentikan proses perizinan PBPH anak perusahaan Melchor Group, yaitu PT Bumi Lestari Internasional dan PT Alam Subur Indonesia di Kabupaten Kepulauan Aru;
-
meninjau kembali kebijakan kawasan hutan di Provinsi Maluku khususnya di Kabupaten Kepulauan Aru;
-
melakukan audit perizinan dan konsesi berbasis Sumberdaya Alam di Provinsi Maluku khususnya di Kabupaten Kepulauan Aru, dan memberikan sanksi tegas, hingga pencabutan izin, bagi yang terbukti melanggar hukum.
Dari perspektif hukum dan hak asasi manusia, Indonesia tidak memiliki dasar adil untuk penyewaan atau konsesi hutan untuk dieksploitasi. Yang masih belum ada: pengakuan hak asasi manusia, hak masyarakat adat dan hak ulayat. Bisnis atas kekurangan dasar ini tidak jujur.
Penebangan liar dan penyelundupan satwa liar oleh komplotan terorganisir menjadi masalah yang semakin meningkat. Mitra kami dari pecinta lingkungan Urai Uni mendokumentasikan pencurian kayu merbau yang berharga hampir setiap hari. Mereka juga mengamati banyak kapal yang memuat kayu tropis, dair kepulauan Aru dan yang datang dari selatan Papua, yang mungkin ditujukan untuk pasar dunia melalui Surabaya, Malaysia, dan China.
Melchor Group Indonesia atau Melchor Tiara Pratama (MTP) merupakan perusahaan induk dari empat group perusahaan besar, yaitu Perisai Alam Sejahtera, Muller Karbon Kapital, Rantai Oxygen Indonesia (ROXI), dan Melchor Artha Lestari. Di Aru, melalui anak Perusahaan Muller Karbon Kapital, yaitu PT Bumi Lestari Internasional dan PT Alam Subur Indonesia, Group Perusahaan ini berupaya mengembangkan proyek perdagangan karbon yang diberi nama Cendrawasih Aru Project seluas 591.957 hektar.