Lima Tahun sengketa lahan Kinipan
20 Sep 2023
Lima tahun menjabat sengsarakan masyarakat adat Kinipan. Kepastian pengakuan lahan dan wilayah Kinipan belum diperoleh, masyarakat adat Kinipan gelar aksi di kantor bupati.
Masalah Kinipan yang mengemuka sejak upaya paksa penangkapan Effendi Buhing yang menjadi viral pada Agustus 2020 belum selesai. Perusahaan PT. Sawit Mandiri Lestari (SML) memang tidak melanjutkan aktivitas pembukaan lahan, tapi kepastian pengakuan lahan dan wilayah Kinipan belum diperoleh.
Masyarakat Kinipan yang menggelar aksi di depan kantor Bupati Kabupaten Lamandau 19-09-2023 kecewa karena tidak bisa bertemui bupati. Masyarakat mendesak bupati segera mengakui keberadaan komunitas Laman Kinipan sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan menyelesaikan konflik terhadap hutan dan wilayah adat Kinipan dengan PT. Sawit Mandiri Lestari (SML). Sejak kasusnya muncul ke publik tahun 2019 lalu, beberapa kali masyarakat Kinipan telah menggelar aksi di depan kantor Bupati. Berharap kali ini berhasil menemui orang nomor satu di Lamandau itu dan mendapat jawaban pasti. Namun, harus berakhir kecewa.
Perjuangan #Save Kinipan
Save Our Borneo mulai melakukan pendampingan dan advokasi Kinipan sejak 2018 (lima tahun). Sejak saat itu issu Kinipan mulai dapat perhatian publik, juga lewat petisi yang diumumkan oleh Save Our Borneo dan Selamatkan Hutan Hujan di bulan Nopember 2018.
Pada bulan Juni 2020 puluhan warga Kinipan menghalau pihak SML yang akan melakukan land clearing diwilayah adat, Pada 15 Agustus 2020 lima orang warga yang ikut aksi menghalau SML melakukan land clearing ditangkap oleh polisi. Sepuluh hari kemudian tepatnya tanggal 26 Agustus 2020, polisi menangkap Effendi Buhing dengan tuduhan menyuruh ke lima orang warga itu mencuri chainsaw milik SML.
Ketika tahun 2020 terjadi kriminalisasai terhadap lima orang warga Kinipan dan penangkapan Efendi Buhing, LSM lain ikut bergabung di jaringan #SaveKinipan. Film produksi WatchDoc berjudul „Kinipan“ membuat perjuangan masyarakat Kinipan terkenal di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia.
Tuntutan Masyarakat Laman Kinipan:
- Agar Bupati Lamandau mencabut keputusan tentang batas Desa Kinipan, Kecamatan Batangkawa dengan Desa Suja dan Tapin Bini, Kecamatan lamandau karena ketiga desa tersebut sudah bersepakat sesuai batas alam;
- Penetapan tapal batas Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa dan Desa Karang Taba Kecamatan Lamandau prosesnya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Segera akui usulan pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Laman Kinipan;
- Mohon segera diverifikasi pencadangan Hutan Adat Laman Kinipan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
- Segera sahkan Perda Masyarakat Adat Kabupaten Lamandau;
- Evaluasi Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT Sawit Mandiri Lestari yang masuk wilayah adat Laman Kinipan.
Sembilan tokoh adat Kinipan menandatangani pernyataan itu:
Willem Hengki (Kepala Desa), Ating (Ketua BPD), Filemon (Mantir Adat), Berkat Arus (Ketua Komunitas), Effendi Buhing (Ketua AMAN Lamandau), Elyakin Pangkong (Tokoh Adat), Cici Rano (Tokoh Agama), Riswan (Tokoh Pemuda), dan Mahlon Hian (Tokoh Perempuan).
Pencadangan hutan adat Kinipan yang dialokasikan oleh KLHK hanya seluas 6.825 hektar (kurang dari 1/2 wilayah adat Kinipan yang diperjuangkan oleh warga sejak awal). Lahan-lahan di wilayah adat yang telah diambil, dibuka dan digarap oleh SML tidak masuk dalam area pencadangan itu.
Area yang dicadangkan oleh KLHK itu berpotensi menimbulkan konflik antar desa Kinipan dengan desa-desa sekitarnya, karena dibeberapa titik merupakan wilayah desa lain", kata Safrudin, direktor Yayasan Insan Hutanhujan Indonesia YIHUI.
Direktur Save Our Borneo M. Habibi mengatakan upaya ini memang sudah seharusnya masyarakat Kinipan lakukan. Terutama terkait MHA, baru Kinipan satu-satunya masyarakat adat yang mengusulkan hal ini di Kabupaten Lamandau. Anehnya, selalu ada saja hambatan sehingga prosesnya tak bisa berjalan.
„Padahal, panitia pengakuan dan perlindungan MHA di sana sudah dibentuk. Dokumen usulan yang disampaikan Kinipan pun semuanya sudah mengikuti ketentuan syarat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat,” kata Habibi.
Namun, sejauh ini tanggapan yang diterima masyarakat adalah koreksi untuk memperbaiki beberapa dokumen. Sehingga, menurut Habibi juga, tidak heran permasalahan Kinipan jadi berlarut-larut.
Selama tidak ada ketegasan dan itikad baik dari pemerintah, maka masyarakat Kinipan akan terus menuntut sampai permasalahannya betul-betul diselesaikan” kata Habibi.
Sumber: Save Our Borneo, YIHUI, WALHI Kalteng