Masyarakat adat Marind memerkarakan Korindo
19 Sep 2023
Masyarakat adat Marind di Merauke memerkarakan HGU Korindo dengan sanksi palang adat karena anak perusahaan telah melanggar hukum adat dan hukum negara. Pertanyaan: Siapakah penguasa tanah Papua Selatan?
Sanksi hukum adat terhadap Korindo
Kelompok masyarakat adat Marind dari Marga Samkakai di Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke, bertindak melakukan ‘Palang Adat’ menjatuhkan sanksi hukum adat terhadap anak perusahaan Korindo, PT Dongin Prabhawa, yang beroperasi didaerah Mam, pinggir Kali Digoel.
Palang adat terbuat dari kayu diberi warna, pucuk daun kelapa dan beberapa tanaman adat, ditancapkan di pagar halaman kantor PT Dongin Prabhawa, disertai ucapan ritual adat Marind. Masyarakat membentangkan tikar adat dan menduduki halaman depan kantor. Palang Adat juga pernah dijatuhkan masyarakat pemilik tanah di lokasi pabrik CPO ketiga PT Dongin Prabhawa pada Mei 2023.
Sanksi palang adat ini dilakukan karena perusahaan telah melakukan pelanggaran yakni merusak hutan dan mengembangkan kebun pada tempat dengan nama lokal Tabul Epe. Masyarakat memerkarakan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang belakangan diketahui mengembangkan lahan kelapa sawit berada diluar HGU. Pada 06 Agustus 2023, perusahaan menggusur dan mengubur tanaman kelapa sawit diluar HGU.
Sekitar tahun 2016, masyarakat menolak rencana perkebunan sawit di wilayah adat tersebut dan melakukan pemalangan. Tahun 2017, perusahaan mengindahkan sikap penolakan masyarakat dan tetap menggusur dan mengembangkan kebun di Tabul Epe.
Perusahaan telah melakukan penanaman melewati batas HGU.
"Kami masyarakat sudah pernah melakukan audiensi dan berkomunikasi dengan pihak perusahaan sebanyak 4 kali untuk dapat segera mengambil tindakan penyelesaian terhadap pelanggaran tersebut."
Marga Samakakai menuntut tanggung jawab perusahaan membayar sanksi kerugian dan kompensasi atas tanah dan hutan adat yang hilang dan sanksi pembukaan palang adat. Namun perusahaan belum menanggapi.
Bisnis berbasis tanah meledak di tanah Papua
Tanah Papua menjadi incaran bidikan pebisnis industri ekstraktif, diantaranya bisnis perkebunan dan minyak kelapa sawit. Pemerintah dan lembaga keuangan mempromosikan potensi sumber daya alam dan mengundang investor dalam beberapa forum ekonomi. 90 perusahaan yang telah memiliki izin bisnis kelapa sawit di Papua dengan luas lahan dan hutan yang telah dikonversi sebesar 2.208.004 hektar.
Pencabutan izin bermasalah
Tahun 2019, Badan Pemeriksa Keuangan yang menemukan banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit belum memiliki HGU, banyak kebun plasma belum dibangun, tumpang tindih dengan pertambangan, menggarap kawasan di luar izin.
Tahun 2021, pemerintah Provinsi Papua Barat (sebagian sudah menjadi Provinsi Papua Barat Daya, 2022) melakukan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit. Belasan izin perusahaan kelapa sawit telah dicabut dan dikurangi areal usahanya, karena melakukan pelanggaran kewajiban legal berdasarkan perizinan yang diberikan.
Pemerintah Provinsi Papua (sebelum pemekaran, 2022) juga melakukan evaluasi untuk perbaikan tata kelola perizinan, optimalisasi penerimaan negara dan upaya menjaga luas tutupan hutan. Berbasiskan analisis legal dan spasial terhadap 55 perusahaan yang beroperasi di wilayah Provinsi Papua, pemerintah membuat rekomendasi pencabutan perizinan 33 perusahaan dan perbaikan tata kelola kepada 22 perusahaan.
Pada April 2023, dibentuk Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgas Sawit) dan ditugaskan untuk penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit, penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit. Pimpinan Satgas Sawit adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
“Pemerintah akan tegas para pelaku usaha yang tidak menghiraukan segala upaya yang tengah ditempuh pemerintah untuk memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit,” tegas Luhut Binsar Pandjaitan dalam Konferensi Pers (23/6/2023).
Sanksi administrasi melalui pemutihan perizinan tanpa diikuti pemulihan dan rehabilitasi hak masyarakat adat terdampak dan restorasi lingkungan terdampak, belum akan menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan pembaruan tata kelola industri kelapa sawit.
Namun tindak lanjut rekomendasi dalam bentuk keputusan, penertiban dan sanksi hukum, belum terealisasi hingga saat ini.
Protes terhadap perusahaan sawit
Di lapangan, masyarakat adat setempat masih mengeluhkan dan protes terhadap keberadaan dan aktifitas perusahaan dan pabrik minyak kepala sawit yang diduga tersangkut permasalahan
- perampasan tanah,
- pengabaian hak masyarakat adat,
- pengabaian hak buruh,
- kekerasan,
- penggundulan hutan,
- pencemaran lingkungan.
Perusahaan yang diduga melanggar HAM dan hukum lingkungan:
- PT Permata Nusa Mandiri di Lembah Grime Nawa, Jayapura ;
- PT Indo Asiana Lestari di Kali Mappi, Boven Digoel ;
- PT Pusaka Agro Lestari di Mimika ;
- PT Dongin Prabhawa di Mam ;
- PT Bio Inti Agrindo di Muting, Merauke;
- PT Permata Putera Mandiri di Jamarema, Sorong Selatan ;
- PT Subur Karunia Raya di Teluk Bintuni ;
- PT Inti Kebun Sejahtera di Moisegin, Sorong.
Penguasa Sawit di Papua Selatan
Ada 20 grup perusahaan kelapa sawit yang menguasai lahan perkebunan skala luas di Tanah Papua, diantaranya 15 perusahaan merupakan perusahaan modal asing (PMA).
Berikut 10 grup perusahaan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit skala luas, yakni
- (1) Korindo Group dan/atau Tunas Sawa Erma Group (berubah nama sejak 2021) melalui tujuh perusahaan menguasai lahan 148.651 ha ;
- (2) Indo Gunta (Salim Group) melalui enam perusahaan menguasai lahan 135.177 ha ;
- (3) Pacific Interlink Group melalui tiga perusahaan menguasai lahan 118.321 ha ;
- (4) Capitol Group melalui tiga anak perusahaan menguasai lahan 97.046 ha ;
- (5) Austindo Nusantara Jaya Group melalui tiga anak perusahaan menguasai lahan 82.468 ha ;
- (6) Digoel Agri Group melalui dua anak perusahaan menguasai lahan 78.630 ha ;
- (7) KPN Group melalui dua anak perusahaan menguasai lahan 73.540 ha ;
- (8) Indonusa Agromulia Group melalui tiga anak perusahaan menguasai lahan 62.174 ha ;
- (9) Cliandry Anky Abadi Group melalui tiga anak perusahaan menguasai lahan 53.968 ha ;
- (10) Sinar Mas Group melalui dua anak perusahaan menguasai lahan 40.678 ha.
Pemerintah telah mengatur batas luas maksimum kepada setiap grup perusahaan perkebunan kelapa sawit dan komoditi lainnya. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 98 Tahun 2013, Pasal 17, bahwa batas paling luas izin usaha perkebunan di wilayah Papua seluas 100.000 hektar. Praktiknya berbeda dan melanggar hukum.
Perusahaan Tunas Sawa Erma Group dari Korindo Group, menuliskan komitmen dan kebijakan pengembangan kebun berkelanjutan, untuk menghormati HAM, hak masyarakat adat dan buruh, penciptaan lapangan kerja, kontribusi sosial, perlindungan lingkungan hidup, penurunan emisi karbon dan memanfaatkan lahan yang telah ditetapkan pemerintah, dan sebagainya. Perusahaan menunjukkan penghargaan dan sertifikat ISPO yang diberikan kepada anak perusahaan pada tahun 2016 dan 2019.
Sumber: Dokumentasi Pusaka tentang penguasa sawit di Papua berbasiskan izin konversi hutan dan izin perkebunan serta luas lahan yang diterbitkan pemerintah daerah dan nasional, dan data pemilik saham yang diterbitkan Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM. Perusahaan ini dikenal juga memiliki pasar dan produsen pembeli minyak kelapa sawit di luar Papua hingga ke internasional.