Hutan hujan menangis atas tewasnya Sarapo Kaapor
7 Jun 2022
Sarapo, pemimpin masyarakat adat Kaapor di Brazil, tewas. Penyebab kematiannya masih belum jelas. Komunitas masyarakat adat Kaapor khawatir pemimpinnya tewas diracun dan menuntut instansi pemerintah yang berwenang kejelasan penyebab kematiannya.
„Sarapo tidak dapat menahan tekanan dan ancaman para agresor di daerahnya“, tulis anggota masyarakat adat kepada kami atas nama perhimpunan Centro de Formação Saberes Kaapor (CFSK).
Pada 14 Mei 2022 Sarapo Kaapor meninggal dalam usianya yang ke 45. Ia sebelumnya tinggal di wilayah lindung yang ingin dirusak perusahaan tambang emas. Sarapo adalah seorang pelindung hutan terkenal di wilayahnya dan memimpin perlawanan menentang pertambangan. Oleh karena itu ia diintai dan diancam.
Suku Kaapor telah melapor pada instansi pemerintah yang berwenang tentang ketidak jelasan penyebab kematian Sarapo dan bersama LSM HAM di negara bagian Maranhao (Sociedade Maranhense de Direitos Humanos – SMDH) menuntut Kementrian Keamanan Umum agar menggali jenazah alamarhum dari kuburan untuk dokter forensik bisa memastikan penyebab kematiannya.
„Kami khawatir pihak yang berkuasa telah membayar pembunuh bayaran untuk meracuni Sarapo“, tulis suku Kaapor. „Kami dikepung dan diintimidasi oleh pencari emas dan perusahaan pertambangan.“
Hidup Sarapo sebagai pemimpin garda bela diri suku Kaapor sangat terancam dan diintai. Bersama dua pemimpin Kaapor lainnya, Itahu dan Yratowy, ia ikut program pemerintah bagi perlindungan masyarakat terancam punah di Brazil. Terakhir pada Januari 2022 ia didatangi para penebang pohon dan diancam dibunuh.
„Kami pantau semua yang terjadi di sini dan kami menuntut keadilan“, demikian suku Kaapor. Antara 13 dan 15 Juni 2022 mereka akan ziarah ke hutan dan melakukan perlawanan menentang pertambangan.
Selamatkan Hutan Hujan mendukung tuntutan masyarakat adat Kaapor dan mendesak instansi pemerintah yang bersangkutan untuk segera bertindak. Penyebab kematian Sarapo Kaapor harus dijelaskan, termasuk juga semua kejahatan lainnya – perampokan dan pembunuhan – terhadap masyarakat adat. Pelaku dan dalang kejahatan harus diselidiki dan dihukum. Penduduk setempat harus dilindungi dengan efektif dari ancaman berikutnya.
Penduduk sangat terancam dan menjadi sasaran kebiadaban kekerasan
Sejak 2015 dua desa masyarakat adat Kaapor telah diserang oleh para penebang pohon. Dalam beberapa tahun terakhir, keseluruhan terdapat 15 warga masyarakat adat yang tewas akibat agresi serangan ke wilayah mereka. Tak satupun kejahatan yang bisa diungkap instansi pemerintah yang berwenang dan tak satupun penjahat yang dihukum.
Semua ini terjadi di depan mata pejabat dan instansi pemerintah Brazil yang sangat mandul dan mengabaikan keluhan serta tuntutan masyarakat adat. Selain itu banyak pejabat dan politisi yang korup dan terlibat dalam kejahatan tersebut.
Pihak instansi pemerintah Brazil telah banyak memberikan ijin pertambangan di atas ribuan hektar lahan pada berbagai perusahaan pertambangan emas. Ijin pertambangan berada tepat di batas bahkan sebagian berada di dalam wilayah masyarakat adat.
Masyarakat adat Kaapor mempertahankan kawasan lindungnya
Masyarakat adat Kaapor yang berjumlah sekitar 1800 jiwa adalah salah satu dari sekitar 300 komunitas masyarakat adat di Brazil. Mereka hidup dalam wilayah Alto Turiaçu - wilayah yang sudah diakui negara dan punya batas - yang terletak di negata bagian Maranhão. Hutan rimba di sana dengan luas 531.000 hektar ini (hampir seluas pulau Bali) bagai sebuah pulau hijau yang menguak dari laut kehancuran.
Dengan cara hidupnya masyarakat adat Kaapor hingga kini telah mempertahankan kelestarian wilayahnya dari gangguan para perusak dan menjaga hutan rimbanya dari ancaman penebangan. Hingga di batas wilayah lindung nampak perusahaan kayu dan pertambangan, pengusaha perternakan, pemilik lahan luas dan spekulan tanah telah menebang hampir semua hutan hujan dan mereka nampak tidak akan berhenti hingga di perbatasan. Maka wilayah lindung masyarakat adat Kaapor yang masih ada hanyalah sisa dari luas wilayah yang mulanya jauh lebih besar yang telah dijarah di beberapa tahun yang silam.
Di sana, di timur laut negara di Amerika Selatan ini, hutan Amazon perlahan berubah menjadi sabana tropis Cerrado. Kondisi alamnya yang khusus menjadikannya sebagai habitat sejumlah besar hewan dan tumbuhan. Berbagai spesies seperti monyet capuchin (Cebus kaapori) yang sangat terancam punah dan hewan primata lainnya yang juga terancam punah saki berjanggut hitam (Chiropotes satanas) mempunyai satu dari sisa habitat terakhir mereka di Alto Turiaçu.