Surga habitat burung di Pulau Sangihe terancam oleh tambangan mas
14 Jun 2021
Ruang hidup masyarakat dan surga habitat burung di Pulau Sangihe Sulawesi Utara terancam oleh tambang emas seluas 42.000 hektar.
Pulau Sangihe di Provinsi Sulawesi Utara dengan luas 73.698 hektar merupakan ruang hidup masyarakat lokal sebanyak 139.262 jiwa dan juga surga bagi burung dilindungi. Pulau Sangihe masuk dalam segitiga terumbu karang yang memiliki kepadatan biota laut yang menawan. Sangihe juga memiliki beberapa gunung berapi bawah laut seperti gunung api bawah laut Mahangetang dan gunung api bawah laut Kawio. Wilayah kepualauan Sangihe sendiri merupakan rumah dari begitu banyak aneka flora dan fauna, bahkan beberapa diantaranya merupakan endemik kepulauan Sangihe. Salah satu hewan endemik di kepulauan Sangihe adalah burung Seriwang Sangihe (Eutrichomyias Rowleyi).
Sejak pertama dikoleksi oleh naturalis berkebangsaan Jerman, AB Meyer pada 1873 keberadaan Seriwang Sangihe tak pernah tercatat lagi, dan sempat diduga telah punah. Hingga akhirnya burung tersebut ditemukan kembali pada 1998 di sekitar gunung sahendaruman di kepulauan Sangihe saat ekspedisi yang dipipin John Riley dan James C Wardill dari University of New York dan University of Leeds. populasi burung ini diperkirakan kurang dari 150 individu saja, sehingga statusnya tergolong kritis.
Selain Seriwang Sangihe ada juga burung endemik kepulauan Sangihe lainnya yaitu Kacamata Sangihe (Zosterops nehrkorni) yang masuk dalam status konservasi kritis karena jumlahnya kurang dari 50 ekor burung dewasa. Adapula Serindit Sangihe (Loriculus Catamene) yang pada tahun 2009 lalu masuk pada daftar hewan dalam keaadan bahaya, saat ini populasi Serindit Sangihe diperkirakan antara 10.000 hingga 46.000 ekor. Selain 3 burung diatas masih ada sekitar puluhan spesies burung endemik yang ada dikepulauan Sangihe dan beberapa diantaranya berstatus hewan dalam keadaan bahaya. Selain burung endemik, wilayah kepulauan Sangihe juga merupakan tempat bersinggah bagi burung-burung yang bermigrasi.
Namun, ruang hidup masyarakat dan surga habitat burung di kepulauan Sangihe tersebut saat ini terancam oleh rencana operasi tambang emas PT Tambang Emas Sangihe (TMS). Bukan hanya sekedar hadir semata, tapi PT. TMS telah mendapatkan izin operasi produksi selama 33 tahun, tehitung sejak 29 Januari 2021 hingga 28 Januari 2054. PT TMS sendiri akan mengeksploitasi emas di lahan 65,48 ha dari total wilayah kontrak yang seluas setengah dari pulau Sangihe. PT. Tambang Emas Sangihe (TMS), merupakan anak perusahaan dari Baru Gold Corp, perusahaan asal Kanada yang sebelumnya bernama East Asia Minerals. Baru Gold Corp diketahui memegang saham mayoritas (70%) PT TMS untuk mengelola pengoperasian tambang emas di pulau Sangihe. Selain Baru Gold Corp ada 3 perusahaan Indonesia juga yang merupakan pemegang saham PT. TMS yakni PT. Sungai Balayan Sejati (10%), PT Sangihe Gold Corporation (9%) dan PT Sangihe Pratama Mineral (11%).
Jelas, kehadiran PT. TMS akan mengusir masyarakat dari tanahnya sendiri, karena sebahagian besar lahan di Sangihe akan berubah menadi pertambangan. Selain itu, tentu saja burung-burung yang berdiam dipulau tersebut juga akan lenyap karena kehilangan habitatnya. ini adalah keadaan yang sangat buruk, dan mendesak untuk di hentikan. demi kebaikan masyarakat, lingkungan serta flora dan fauna yang merupakan kekayaan alam Indonesia.