Pertambangan bijih seng di kabupaten Diari - Sumatra Utara

Tambangan Nickel di Sulawesi Pertambangan di daerah rawan gempa bumi? (© Jatam Sulteng)

4 Jun 2021

Pegunungan Bukit Barisan di kabupaten Dairi (Sumatra Utara) kini sedang bergejolak besar. Bukan karena akan terjadi gempa bumi, tetapi di wilayah itu akan dibangun pertambangan bijih seng dan bendungan penampung limbah lumpur tambang (tailing) beracun.

Pertambangan biji seng dan bendungan penampung limbah lumpur tambang

Pelaksana proyek yaitu PT. Dairi Prima Mineral (DPM) yang merupakan joint venture antara perusahaan asal Cina Nonferrous Metal Mining (NFC) dan perusahaan tambang batubara Indonesia Bumi Resources. Perusahaan ini tahun 1998 mendapat Kontrak Karya dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) seluas 24.636 ha yang tersebar di tiga kabupaten: Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Barat (dua-duanya di provinsi Sumatera Utara) dan Kabupaten Aceh Singkil di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 16.050 ha diantaranya adalah hutan lindung.

Bukit Barisan yang secara seismik paling berbahaya di dunia

Gejolak yang sangat meresahkan warga setempat disebabkan pembangunan pertambangan itu direncanakan disekitar hutan lindung dan akan menggali perut pegunungan Bukit Barisan yang secara seismik paling berbahaya di dunia karena berada dekat dengan jalur patahan bumi (sekitar 150 mil) subduksi Sunda. Patahan bumi ini adalah pemicu letusan besar gunung Toba (sekitar 74.000 tahun yang lalu) dan gunung Krakatau (1883) serta badai tsunami (2004) yang sebagian besar menimpa provinsi Aceh. Dr. Richard Meehan, seorang insinyur asal Amerika Serikat spesialis desain dan keamanan bendungan, berpendapat bahwa operasi pertambangan bijih seng itu membutuhkan 5 juta meter kubik per tahunnya. Sangat mungkin sebagian besar airnya diambil dari aliran sungai yang selama ini dipakai warga desa. Sementara PT. DPM tidak bisa menyebutkan dari mana asal air yang dibutuhkan proyek.

Bendungan penampung tailing di daerah berisiko

Selain pertambangan yang bermasalah, bendungan penampung tailing juga begitu. Bendungan ini akan dibangun dengan ketinggian 80 kaki di dusun Sopokomil di kabupaten Dairi, atau terletak sekitar 50 kilometer garis lurus sebelah barat laut danau Toba. Permasalahannya adalah bendungan itu dibangun di atas tanah yang strukturnya tidak stabil sehingga mudah runtuh. Tanah di wilayah itu terbentuk dari debu vulkanik yang mengeras (berasal dari letusan gunung Toba). PT. DPM tidak memberikan informasi geologis tentang lokasi bendungan, demikian Meehan. Dan curah hujan di pegunungan Bukit Barasan dikenal sangat tinggi, sehingga bila terjadi gempa yang kuat, abu itu akan mencair dan mengalir menuruni bukit dan akan merusak bendungan. Selain itu limbah tailing yang ditampung di bendungan akan meluap akibat banyaknya curahan hujan yang masuk ke bendungan dan membanjiri wilayah sekitar. Banjir racun ini seterusnya akan mengalir ke sungai dan melewati hutan yang dihuni oleh Orangutan Sumatra yang sangat langka. Dr Steven Emerman seorang ahli hidrologi Internasional juga asal Amerika Serikat mengatakan bahwa setelah musibah dari bendungan serupa yang runtuh di Brasil tahun 2017 yang menewaskan 270 warga desa, pemerintah Cina menerapkan batas aman bendungan minimal satu kilometer dari desa terdekat. Sementara jarak antara bendungan dan dusun Sopokomil hanya sekitar 350 meter. Jarak ini lebih dekat dibanding dengan jarak bendungan di Brasil yang runtuh dengan pemukiman warga. Nampaknya perusahaan asal Cina itu tidak mentaati peraturan yang ditetapkan pemerintahnya. Ia memperkirakan bila bendungan itu runtuh maka banjir limbah tailing yang luar biasa jumlahnya akan menenggelamkan dusun Sopokomil dan desa lainnya hanya dalam beberapa menit. Ratusan orang akan tewas. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pertambangan PT DPM tidak memuat penilaian risiko bencana semacam itu.

(Lihat keterangan berikut dari Dr Steven Emerman: https://www.youtube.com/watch?v=hfsFAy2KGs0)

Permintaan pasar dunia akan seng untuk baterai

Meskipun banyak kritik tajam dari para ahli, PT. DPM terus menjalankan misinya. Hal ini terutama disebabkan terus meningkatnya permintaan pasar dunia akan seng, dimana dari bahan ini bisa dibuat baterai atau sebagai bahan untuk mencegah besi berkarat. PT. DPM mengirim bahan mentah hasil pertambangannya ke Cina untuk diolah lanjut. Kemudian perusahaan Cina Nonferrous Metal Mining (investor terbesar DPM) menjual bijih seng yang sudah diolah ini ke berbagai pihak industri untuk dijadikan poros penggerak, kolom kemudi, hub roda, gandar, rem, dan banyak lagi. Penadah komponen-komponen mobil ini adalah industri mobil ternama seperti Ford, Volkswagen, dan General Motors.

Sumber air dan sungai akan tercemar, lahan pertanian akan rusak

Sementara dampak ekologi dari pertambangan dan bendungan ini akan sangat terasa di 11 desa dan 57 dusun. Sumber air dan sungainya akan tercemar, sehingga lahan pertanian masyarakat disepanjang aliran sungai Sopokomil sampai ke laut Aceh Singkil di provinsi Aceh akan rusak. Mayoritas masyarakat (sekitar 76 %, sebagian besar perempuan) yang tinggal di sekitar lokasi proyek adalah petani. Mereka sangat bergantung pada sumber daya alam seperti air, tanah, sungai dan hutan. Komoditas andalan pertanian masyarakat antara lain padi, jagung, coklat, kopi, durian, kemiri, duku, manggis, pinang, kapulaga, pisang, jeruk purut dan gambir. Hasil pertanian mereka merupakan penyangga utama bahan pangan di kabupaten Dairi serta berbagai wilayah di Sumatera Utara.

Partisipasi masyarakat sangat minim

Pada bulan Mei 2020 kembali masyarakat setempat melakukan aksi menentang perencanaan pembangunan pertambangan bijih seng dan bendungan. Berbagai kalangan mempertanyakan sikap pemerintah yang memberikan izin kepada perusahaan tanpa melihat risiko. David Pred, Direktur IDI (Inclusive Development International), sebuah lembaga advokasi hak-hak masyarakat AS yang berkampanye melawan bendungan, mengatakan bahwa masyarakat sebelumnya tidak pernah dilibatkan atau diinformasikan akan rencana pembangunan tersebut. Mereka hanya diberi waktu satu minggu pada Juli 2020 lalu, artinya disaat sedang pandemi lockdown, untuk mempelajari laporan AMDAL setebal 492 halaman. Masyarakat kemudian mengadu kepada International Finance Corporation (IFC), sebuah institusi bagian dari Bank Dunia, untuk mempertimbangkan masalah tersebut. Op. Rainim Boru Purba, perwakilan warga Dairi, mengatakan bahwa partisipasi masyarakat sangat minim dalam penyusunan AMDAL PT. DPM, bahkan sampai sekarang masyarakat setempat tidak mengetahui apa yang akan perusahaan lakukan di tanah mereka.

Sekretariat Bersama Advokasi Tolak Tambang

Masyarakat bertambah gusar, karena PT. DPM sebenarnya mengajukan adendum AMDAL ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Warga yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Advokasi Tolak Tambang mendesak Menteri KLHK, Siti Nurbaya, untuk segera menghentikan pembahasan adendum AMDAL itu. Isi adendum ANDAL mencakup tiga perubahan, yaitu perubahan ijin lokasi gudang bahan peledak, lokasi bendungan tailing dan penambahan lokasi mulut tambang. Sebagai contoh: Sesuai dokumen AMDAL dan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk PT. DPM yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan RI tahun 2012 tertulis bahwa gudang bahan peledak dibangun di dalam kawasan hutan. Namun kenyataannya gudang itu dibangun di Areal Penggunaan Lain yang sangat berdekatan dengan pemukiman dan ladang masyarakat (sekitar 50 meter). Pada papan pengumuman yang berdiri di dekat gudang bahan peledak tertulis: Amunium Nitrat 100 ton, Detonator 20.000 Pcs dan dinamit 5.000 kilogram.

Ijin dan pedananaan pertambangan biji seng harus dihentikan

Kini PT. DPM tinggal hanya menunggu hasil AMDAL dari KLHK untuk bisa beroperasi. Kemungkinan dalam waktu dekat ini hasilnya akan diketahui. Masyarakat dan berbagai aliansi hukum dan kemasyarakatan terus memberikan tekanan agar ijin proyek pertambangan dan bendungan milik PT. DPM dicabut. Dilain pihak David Pred mengharap pendanaan proyek ini bisa dihentikan, sebab warga telah mengadu ke IFC atas permasalahan yang dibuat PT DPM. Meskipun IFC menginvestasikan 300 juta US$ ke bank-bank Cina, dimana dari bank-bank itu proyek PT. DPM mendapat dana, namun IFC diharap memberikan tekanan pada bank-bank Cina tersebut.

Sumber:

https://www.jatam.org/mengapa-proyek-pertambangan-besar-bisa-menyapu-bersih-desa-desa-di-indonesia/?fbclid=IwAR162WhEGPAVB8JI14TPPs0kACBwyNPBSFwzgjXSWnx1JRHIaZ_09Y9HhLQ

https://www.kureta.id/aksi-teatrikal-mangandung-masyarakat-dairi-tolak-pt-dpm

https://www.jatam.org/bupati-dairi-dan-menteri-lhk-cabut-skklh-dan-hentikan-pembahasan-adendum-andal-pt-dpm/

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210430145457-20-637010/warga-demo-proyek-bendungan-limbah-tambang-raksasa-di-sumut

https://www.kalderakita.com/artikel/72663/Dianggap-Ancam-Mata-Pencaharian-Rakyat-/

https://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/05/03/masyarakat-dairi-unjuk-rasa-tolak-tambang-seng-pt-dairi-prima-mineral/

https://www.mongabay.co.id/2021/05/18/tambang-dairi-prima-berada-di-daerah-rawan-bencana/





Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!