All Eyes on Papua

Foto hitam putih sebuah mata dengan tulisan semua mata memandang Papua #alleyesonpapua dan gambar All Eyes on Papua (kemungkinan hasil dari kecerdasan buatan / artificial intelligence) (© Instagram) 4 warga Papua dengan hiasan bulu burung di kepala sedang melakukan ritual. „Papua bukanlah tanah kosong“ Ritual suku Awyu dengan tanah dari Boven Digoel-Papua di depan gedung Mahkamah Agung di Jakarta 27 Mei 2024 (© Pusaka) Hendrikus Woro, seorang masyarakat adat Awyu Hendrikus Woro (© Pusaka) Dua pembela lingkungan hidup Indonesia mengacungkan plakat solidaritas Solidaritas dengan suku Awyu (© Pusaka) Peta Boven Digoel Kabupaten Boven Digoel (© Rettet den Regenwald e.V.) Laporan Pusaka - Hak atas informasi Laporan Pusaka - Hak atas informasi Papua (© Pusaka)

7 Jun 2024

„All Eyes on Papua" (Semua mata memandang Papua) viral di media sosial. Foto hitam putih tersebut telah disebar jutaan kali di Indonesia. Anak muda Papua mengharap bahwa gerakan ini menjadi solidaritas dengan Papua yang sejati.

All Eyes on Papua 

All Eyes on Papua muncul tiba-tiba di medsos Indonesia dan ini diluar dugaan banyak orang. Slogan ini mengikuti tagar #alleyesonrafah dan foto yang sebelumnya viral All Eyes on Rafahyang menunjukkan situasi dramatis penampungan pengungsi di jalur Gaza serta menggambarkan suasana kecewa dan duka para pembaca.

Postingan pertama „All Eyes on Papua“ awal Juni 2024 merupakan seruan bantuan kepada dua anggota masyarakat adat Papua. Tanggal 27 Mei, dua wakil suku Awyu dan Moi berada di pengadilan Jakarta berkaitan dengan permintaan masyarakat adat Awyu dan Moi agar hutannya dikembalikan dan diselamatkan dari pembukaan perkebunan sawit. Sebagian hutan masyarakat Awyu sudah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah.

Suku Awyu dan Moi membela hutan

Tanah ini saya bawa dari Papua. Di atas tanah ini saya hidup. Belum pernah sekalipun saya mencuri tanah orang lain.

Penampilan masyarakat adat Awyu dan Moi dengan pakaian tradisi diikuti pertunjukan tarian, musik, doa dan upacara ritual di depan gedung Mahkamah Agung di Jakarta telah membuat satu memori yang sangat mendalam. Mereka berharap agar MA dapat memulihkan hak-hak masyarakat adat Papua yang dirampas oleh perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (IAL).

Tapi perusahaan minyak sawit telah merampas tanah mereka dan perampasan diizinkan negara.

 

Stasiun televisi dan surat kabar harian melaporkan dengan lengkap. Video yang memberitakan kegigihan perjuangan suku Awyu di Jakarta:

Video VOA Indonesia - Voice of America, 5 menit

Video Kompas - Kompas, berita televisi, 3 menit

Hendrikus Woro

 

Hendrikus Woro, tetua masyarakat adat Awyu, berterima kasih atas afinitas warga pada media sosial. Ia sendiri tidak pernah menggunakan medsos, bahkan ia tidak punya handphone. Kadang ia hadir di pengadilan sebagai penggugat, kadang sebagai saksi untuk tujuan menjaga kelestarian hutan hujan di Boven Digoel.

„Tanah adalah harta abadi kami. Tanah adalah mama,” ujar Hendrikus Woro. „Tanpa tambang, tanpa sawit, kami masyarakat adat bisa hidup. Tetapi tanpa hutan adat, kami tidak bisa hidup.” 

All Eyes on Papua

Kini mengapa dengan „All Eyes on Papua“ dan tagar #alleyesonpapua tiba-tiba keperdulian masyarakat Indonesia tergugah? Berikut alasannya:

Pertama: keperdulian warga Indonesia atas nasib warga Palestina (dan juga di Malaysia, dimana foto „All Eyes on Rafah” sangat mungkin berasal dari sana) sangat besar.

Lalu pemerintahan Jokowi pada April lalu telah mengumumkan pembukaan berikutnya hutan hujan di selatan Papua seluas dua juta hektar, letaknya bersebelahan langsung dengan Boven Digoel.

Disamping itu kekecewaan atas kepemerintahan Jokowi semakin besar dikarenakan kebijaksanaan Jokowi membuat masyarakat adat dan hutan hujan tidak punya kesempatan.

Daya tarik pertunjukan warga Papua di kota metropolitan Jakarta, afinitas pada media sosial ditambah simpati pada pengungsi Palestina berbaur dengan:

Kekecewaan masyarakat atas penjarahan hutan dan pelanggaran HAM masyarakat adat oleh oligarki brutal.

Sementara dengan slogan „All Eyes on Papua" didiskusikan juga masalah-masalah lainnya, seperti: kemiskinan yang struktural, buruknya sistem pendidikan dan sarana kesehatan, kelaparan, kekerasan, tingginya tingkat kematian dan konflik.

Harapan mulai tumbuh seiring dengan perjuangan suku Awyu dan komunitas masyarakat adat Papua lainnya, dengan perjuangan gigih para pembela lingkungan hidup dan juga suara Selamatkan Hutan Hujan.

Waspadalah meskipun sebagian besar hutan hujan di Papua masih lestari – Keberanian dan ketekatan Hendrikus Woro membangunkan kesadaran kita!

Solidaritas dengan Suku Awyu dan Moi

 

Rencana penebangan bagi perkebunan sawit terbesar di dunia sangat mengejutkan kami di tahun 2020 – kami telah memberitakannya di Regenwald Report (Bahasa Jerman). Hal ini menyangkut kecurigaan atas izin proyek Tanah Merah, izin perkebunan sawit seluas 280.000 hektar di hutan hujan dan hutan kering di kabupaten Boven Digoel – salah satu hutan terluas dan terlebat di seluruh Asia Tenggara.

Sejak itu suku Awyu berjuang untuk menjaga kelestarian hutan mereka. Kami telah melaporkan ­tentang hak konstitusional atas tanah dibatasi oleh syarat birokrasi. Hendrikus Woro menempuh jalur hukum. Pada Mei 2023 ia sebagai saksi dalam kasus dua perusahaan yang menggugat Kementerian Kehutanan. Dari 74.000 hektar konsesi, kedua perusahaan tersebut telah menebang 9.000 hektar.

Hendrikus Woro sendiri telah mengajukan gugatan pemberian izin bagi perkebunan sawit berikutnya di proyek Tanah Merah. Perusahaan Indo Asiana Lestari ingin menebang 36.000 hektar hutan hujan dan hutan kering milik suku Awyu tanpa persetujuan mereka. Namun justru Putusan Pengadilan PTUN membahayakan hutan Awyu di Boven Digoel

Hendrikus Woro naik banding hingga ke Mahkamah Agung. Inilah momen yang sedang ramai dibicarakan sejak Mei 2024. Semua mata kini tertuju pada Papua.

Solidaritas internasional dari berbagai organisasi HAM dan lingkungan hidup bagi Hendrikus Woro sangat luar biasa. 267 organisasi dan pihak individu dari seluruh dunia, diantaranya Selamatkan Hutan Hujan dan bahkan komunitas masyarakat adat Ka`apor di wilayah Amazon-Brasil telah menulis surat solidaritas kepada PTUN Jayapura: Voice of Justice. Solidarity Movement to Save Papua Forest (Bahasa Inggris).

 

Suku Awyu

Suku Awyu mendiami kabupaten Boven Digoel dan Mappi, wilayah paling timur di Indonesia, di sekitar aliran sungai, seperti Sungai Digoel, serta daerah lahan gambut dan rawa. Boven Digoel berbatasan dengan Papua Nugini. Suku Awyu mempunyai bahasa sendiri, yaitu bahasa Awyu. Dahulu, orang Awyu dikenal hidup mengembara. Setelah dirangkul oleh penyebar agama Katolik, kebiasaan itu beralih dan mereka pun tinggal di pemukiman tetap. Mata pencaharian masyarakat adat Awyu adalah berburu dan menokok sagu. Hutan mereka merupakan hutan hujan yang terindah dan terlebat di seluruh wilayah Asia-Pasifik. Dan merupakan tempat tinggal kangguru pohon, burung cendrawasih dan banyak spesies lainnya yang masih belum diteliti.

Industri berbasis lahan menghancurkan hutan Papua Selatan

Hutan kabupaten Merauke telah rusak berat - disebabkan oleh proyek-proyek raksasa yang tidak memahami ekologi dan mengabaikan hak masyarakat adat, contohnya proyek lumbung pangan dan energi (MIFEE dan Food Estate). Tidak heran - proyek-proyek itu hanya meninggalkan bencana lingkungan, manusiawi dan sosial.

Kini, Boven Digoel sedang mengalami agresi besar-besaran dari perusahaan – kayu, minyak sawit, biomassa, kertas, perdagangan karbon. Mereka semua merampas tanah masyarakat adat, menebang pohon-pohon tropis dengan membabi buta.

Proyek Tanah Merah

Proyek Tanah Merah seluas lebih dari 280.000 hektar kelapa sawit dioperasikan oleh tujuh perusahaan (PT MJR, PT KCP, PT GKM, PT ESK, PT TKU, PT MSM dan PT NUM). Selain tujuh perusahaan tersebut, pemerintah provinsi juga mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL).

PT IAL mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektar (setengah luas DKI Jakarta) yang berada di hutan adat suku Awyu. Pemberian izin lingkungan kepada PT IAL digugat oleh Hendrikus Woro yang kini tengah bergulir di MA.

Proyek Tanah Merah dan proyek Lumbung Pangan untuk pangan dan energi (MIFEE und Food Estate) dan bahkan juga rencana baru dua juta hektar kebun tebu untuk produksi gula dan biomassa (untuk bahan bakar dan listrik) harus dihentikan.

Kini All Eyes on Papua!

Penduduk setempat dengan segala tenaga berjuang menentang perusakan hutan dan budaya mereka. Perjuangan mereka didukung oleh beberapa organisasi lingkungan hidup dan HAM, termasuk Selamatkan Hutan Hujan.

Namun meskipun hutan hujan yang terbaik di Asia ini dirusak dan hak-hak masyarakat adat Papua diabaikan, meskipun bertahun-tahun mereka protes dan mengajukan gugatan, meskipun berbagai organisasi lingkungan hidup mempublikasikan studi-studi yang sangat berguna, namun hampir tidak ada orang yang perduli pada bencana lingkungan, manusiawi dan sosial di Papua. Bagi kebanyakan orang Indonesia, Papua sangat jauh letaknya seperti ke bulan.

Kini waktu yang tepat untuk menyelematkan hutan adat Papua! Semua mata kini tertuju pada Papua!

Lebih lanjut

Selamatkan Hutan Hujan: Video Masyarakat adat Papua menuntut perlindungan alam – Video tahun 2023. Suku Awyu di Jakarta menuntut pengembalian tanah mereka. 1 menit, dengan terjemahan bahasa Jerman

Selamatkan Hutan Hujan: Video Untuk #hutan hujan di #Papua- Tanggal 10 Mei 2023 di Jakarta: Papua dari 10 komunitas menuntut pengakuan hutan mereka sebagai hutan adat. 19 detik

Pusaka: Suku Awyu dan Moi gelar aksi damai di Mahmakah Agung, Serakan Penyelematan hutan adat Papua

Kompas: Mengenal suku Awyu. Sosok di balik seruan All Eyes on Papua

 

*************

Hak atas Informasi

Hak atas wilayah

Hak atas FPIC

LSM Pusaka dalam kasus yang menimpa suku Awyu menunjukkan bagaimana hak konstitusional masyarakat adat atas informasi, wilayah dan persetujuan yang bebas terhadap proyek-proyek yang merusak tidak diperdulikan.

Tekan disini

Menyelematkan Hutan dan Masyarakat Adat Papua



Halaman ini tersedia dalam bahasa berikut:

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!