„Emas merusak sumber kehidupan kami“

Pertambangan emas ilegal di Sumatera 5.000 hektar di kawasan lindung di Nagan Raya telah dirusak oleh pertambangan emas ilegal (© Junaidi Hanafiah) Koalisi perempuan sedang menuju wilayah pertambangan Koalisi perempuan sedang menuju wilayah pertambangan (© APEL Green Aceh)

17 Mar 2024

Di Aceh, mitra kerja kami berusaha mencegah malapetaka akibat pertambangan emas. Rita Glaus telah bertemu koalisi perempuan untuk perlindungan lingkungan hidup.

Aceh kaya dengan terumbu karang, hutan bakau, rawa gambut dan hutan hujan pegunungan. Di sana hidup juga orang utan, gajah dan badak Sumatra yang langka. Provinsi Aceh selama tigapuluh tahun telah memperjuangkan kemerdekaannya. Setelah bencana Tsunami 2004 Aceh mendapatkan status daerah khusus dan menerapkan hukum Syariah.

Diketahui dari negara-negara yang memberlakukan hukum Syariah, perempuan tidak bisa menentukan kehidupannya sendiri dan yang setara. Makanya laskar perempuan tangguh dari koalisi perempuan untuk perlindungan hutan di Nagan Raya sungguh luar biasa. 

„Pertambangan emas ilegal bertumbuh cepat, merusak hutan dan mencemari sungai kami! Kami hampir tidak bisa lagi menanam padi. Air beracun. Anak-anak kami menderita penyakit kulit setelah mandi di sungai. Kami mesti membeli air untuk minum dan mencuci pakaian“ ujar Rahmad Syukur, ketua mitra kerja kami APEL Green Aceh.

 

„Kami ingin lebih mengetahui keadaan di wilayah pertambangan. Karena itu kami telah sepakat untuk ikut dalam pencucian emas agar bisa menyelidiki secara tersembunyi“, jelas Taufik dari Aceh Wetland Foundation - juga mitra Selamatkan Hutan Hujan. „Tapi karena petugas keamanan di pertambangan emas curiga terhadap pekerja laki-laki yang baru, mąka koalisi perempuan mengambil alih tugas. Petugas keamanan tidak menduga bahwa perempuan melakukan kerja investigasi.“

Di kemudian hari koalisi perempuan kembali ke tempatnya dengan membawa informasi yang mengejutkan: „Tanah di sana dikeruk dengan alat berat. Disampingnya ada sekitar 100 perempuan yang sedang mencuci emas. Banyak diantara mereka membawa anak-anaknya dan tinggal di sana hingga petang sore“, ujar Suwarni dari koalisi perempuan. 

„Perempuan-perempuan tersebut kebanyakan berasal dari daerah sekitar, tapi ada juga dari daerah yang agak jauh. Karena ladang jadi jarang panen dan ikan di sungai mati, maka penduduk bergantungan pada sumber pendapatan lain. Banyak perempuan kesulitan untuk memberi makan dan menyekolahkan anaknya.“

Mitra kami telah memberikan data yang telah dikumpulkan kepada polisi, dengan harapan bahwa perusakan besar-besaran sumber kehidupan alam bisa pulih.

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!